Perlindungan hacker-whistle blower perspektif hukum positif dan maqasid as-syari’ah Imam Asy-Syatibi

Hidayat, Ahmad Arif (2019) Perlindungan hacker-whistle blower perspektif hukum positif dan maqasid as-syari’ah Imam Asy-Syatibi. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.

[thumbnail of skripsi_122211018_lengkap]
Preview
Text (skripsi_122211018_lengkap)
122211018_SKRIPSI.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (3MB) | Preview

Abstract

Jaminan perlindungan yang belum maksimal terhadap hacker-whistleblower, menjadikan kurangnya peran aktif masyarakat dalam mengungkapkan dugaan tindak pidana di Indonesia. Sebagai amanah undang-undang dasar, perlindungan terhadap masyarakat perlu dikuatkan melalui produk hukum. Sehingga masyarakat merasa lebih percaya diri dalam keikutsertaanya membongkar kejahatan.

Amar ma’rũf nahi munkar menjadi cermin ajaran Islam untuk ikut berpartisipasi aktif menanggulangi kejahatan, disamping penghargaan terhadap hak-hak dasar yang terpapar dalam maqãşid asy-syarĩ’ah. Nilai-nilai amar ma’rũf nahi munkar dalam berbagai bentuknya termasuk hacker-whistleblower, tidaklah mudah dan sering menempati posisi dilematis dengan adanya retensi dari pihak terlapor yang dapat mengancam keberadaan hacker-whistleblower. Hal ini sangat disayangkan mengingat pentingnya peran seorang hacker-whistleblower dalam meminimalisir praktik kejahatan.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 dan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban seolah menjadi jawaban atas ketidak jelasan nasib hacker-whistleblower yang secara yuridis belum memiliki payung hukum maksimal baik mengenai klasifikasi whistleblower maupun perlindungannya.

Penelitian ini berawal dari gejolak yang terjadi pada hacker-whistleblower yang lazimnya enggan tampil dan mengalami ancaman serta diskriminasi, terlebih lawan mainnya adalah pihak yang lebih kuat. Hal tersebut tak lepas dari belum adanya undang-undang ‘milenial’ yang secara khusus dapat mengakomodir secara penuh terhadap eksistensi seorang hacker-whistleblower dan juga mekanisme perlindungan yang pasti sebagaimana halnya keberadaan seorang saksi dan korban yang diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2014. Penelitian ini merupakan library research dengan pendekatan normatif, yang menganalisa realita dan mengkomparasikan dengan undang-undang yang ada. Metode pengumpulan data dilakukan dangan cara studi pustaka yang didasarkan pada data sekunder Sedangkan analisis datanya menggunakan diskriptif analitik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya, Islam memerintahkan umatnya untuk menjadi pengontrol keadaan lingkungn dan meminimalisir tindak kejahatan dengan berperan aktif dalam menegakkan hukum. Adapun bentuk implementasiya dapat melalui konsep whistleblower sebagai upaya pencegahan kejahatan non-penal dan juga sebagai upaya preventif. Selain itu Islam baik secara umum maupun khusus juga menjamin eksistensi whistleblower yang tercermin dalam konsep maqãşid asy- syarĩ’ah yang mencakup perlindungan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan, dari ancaman terhadap fisik mapun mental yang dapat mengakibatkan trauma psikologis

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Hacker; Whistleblower; Maqãsid Asy-Syarĭ’ah; Hukum positif; Perlindungan saksi; Hukum pidana Islam
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.27 Islam and social sciences > 297.272 Islam and politics, fundamentalism
300 Social sciences > 340 Law > 347 Civil procedure and courts
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74231 - Hukum Pidana Islam
Depositing User: Maulana Handy
Date Deposited: 22 Feb 2020 03:56
Last Modified: 22 Feb 2020 03:56
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10620

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics