Analisis pendapat Imam Abu Hanifah tentang zakat tanah yang disewakan dalam kitab Bidayatul Mujtahid

Baria, Ieda Fithria (2008) Analisis pendapat Imam Abu Hanifah tentang zakat tanah yang disewakan dalam kitab Bidayatul Mujtahid. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo.

[thumbnail of Skripsi_2101217_Ieda_Baria]
Preview
Text (Skripsi_2101217_Ieda_Baria)
2101217_Ieda_Fithria_Baria.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (2MB) | Preview

Abstract

Zakat adalah kewajiban agama yang memiliki aturan yang sangat teliti dan cermat dari mulai sumber pemasukan atau harta yang wajib dizakati hingga pihak-pihak yang wajib menerimanya.
Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal(nishab) dan rentang waktu setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu lembaga ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun kesejahteraan ummat, karena itu al-Qur'an memberi rambu agar zakat yang dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang yang benar-benar berhak menerima zakat). Pelaksanaan pemungutan zakat secara semestinya secara ekonomik dapat menghapus tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok serta dapat menciptakan redistribusi yang merata di samping dapat pula membantu mengekang laju inflasi.
Begitu juga dengan zakat tanah yang disewakan. Sebelum manusia diciptakan oleh Allah, telah disiapkan terlebih dahulu apa yang diperlukan manusia itu. Bahan dan sarana telah disediakan oleh Allah, manusia tinggal mengolahnya sesuai dengan keperluannya. Bila seseorang memiliki tanah, maka pengolahannya lebih baik ditangani sendiri dan dalam hal ini sangat terpuji dalam pandangan Islam, tetapi adakalanya pemilik tanah tidak mampu atau tidak sempat mengolahnya sendiri, disisi lain ada orang yang tidak memiliki tanah sama sekali dan yang ada padanya hanya tenaga saja, sehingga pemilik tanah tersebut menyewakan tanahnya kepada orang yang hanya memiliki tenaga saja dan tidak mempunyai tanah tersebut. Dalam hal ini timbul masalah, siapa yang akan membayar zakatnya, apakah pemilik ataukah penyewa. Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat .
Madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa kewajiban zakat atas tanah yang disewakan dibebankan kepada pihak penyewa karena tanah yang menghasilkan diwajibkan zakatnya sebesar sepersepuluh dan yang menikmati hasil tanah itu adalah penyewa.
Tentang zakat tanah yang disewakan, Abu Hanifah berbeda pendapat dengan mayoritas ulama. Menurut Abu Hanifah yang wajib mengeluarkan zakat adalah pemilik tanah. Sedangkan menurut ulama lain yang wajib zakat atas tanah yang disewakan adalah pemilik tanaman.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode sebagai berikut : sumber data terdiri dari sumber primer dan sumber data sekunder.
Sedangkan metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research). Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik.
Abu Hanifah mendasarkan kewajiban tersebut karena status tanahnya yaitu apabila tanah tersebut baik atau cocok ditanami, maka pemilik tanahlah yang wajib membayar zakatnya dan apabila tanah tersebut tidak baik atau tidak cocok untuk ditanami maka penyewalah yang wajib zakat.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Zakat tanah; Abu Hanifah
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.54 Zakat (Wakaf, Hibah, Infak, Sedekah, dll.)
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 05 Nov 2020 03:08
Last Modified: 05 Nov 2020 03:08
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11690

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics