Studi komparasi pendapat Imam al-Syafi’i tentang keharusan istri menerima rujuk suami dengan KHI Pasal 164 tentang kewenangan istri untuk menolak rujuk suami

Purwanto, Purwanto (2008) Studi komparasi pendapat Imam al-Syafi’i tentang keharusan istri menerima rujuk suami dengan KHI Pasal 164 tentang kewenangan istri untuk menolak rujuk suami. Undergraduate (S1) thesis, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Skripsi_2102036_Purwanto]
Preview
Text (Skripsi_2102036_Purwanto)
2102036_PURWANTO.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (2MB) | Preview

Abstract

Pada dasarnya rujuk adalah mengembalikan status hukum pernikahan antara kedua pasangan suami dan isteri, sehingga diharapkan bahwa suatu pernikahan berlangsung abadi untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Oleh karena itu Allah SWT selalu memerintahkan agar pasangan suami isteri dapat bergaul secara baik.
Pergaulan yang ma’ruf sebagai langkah konkret untuk mewujudkan tujuan pernikahan tersebut sulit atau bahkan tidak mungkin terlaksana, ketika salah satu pasangan tidak menghendaki untuk kembali bersatu lagi atau untuk menolak rujuk kehendak mantan suaminya.
Tatkala bahtera kehidupan dalam rumah tangga dan kesinambungannya tidak dapat lagi ditegakkan dan dipertahankan karena adanya penolakan dari pihak isteri kepada suaminya seperti yang tertuang dalam KHI pasal 164 ’’Bahwa seorang wanita dalam iddah talak raj’i berhak mengajukan keberatan atas kehendak rujuk dari bekas suaminya di hadapan Pegawai Pencatat Nikah disaksikan dua orang saksi, sementara dalam kitab al-Umm Imam al-Syafi’i berkata bahwa ketika Allah Azzawajalla menjadikan rujuk sebagai hak suami atas iterinya selama dalam masa iddah maka bagi isteri tidak punya hak untuk menolak dan tidak punya hak untuk mengganti atas rujuk suaminya.
Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah apa persamaan dan perbedaan antara pendapat Imam al-Syafi’i tentang keharusan isteri menerima rujuk suami dengan KHI pasal 164 tentang kewenagn isteri menolak rujuk suami? Dan mana pendapat yang lebih kuat diantara keduanya? Serta bagaimana metode istinbat hukum yang digunakanya.
Oleh karena itu dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan ( Library research ) melalui dokumen, kitab, dan buku yang relevan dengan permasalahan akan diperoleh informasi tentang ketetapan hak rujuk dalam pernikahan. Setelah informasi terkumpul, langkah selanjudnya menganalisis dan menulis secara sistematis, dengan menggunakan tehnik analisis komparasi ketetapan hak rujuk dalam pernikahan, sehingga dapat dijelaskan dan diterangkan secara sistematis dan paripurna kemudian diungkapkan dan ditulis dengan menggunakan kata-kata bukan menggunakan angka.
Dari penelitian tersebut kiranya dapat digeneralisasikan bahwa Imam al-Syafi’i dalam menetapkan hukum hak rujuk dalam pernikahan didasarkan atas Nas al Qur’an surat al Baqarah ayat 228, 229 dan hadist Nabi kemudian dalam KHI pasal 79 ayat (2) menyatakan bahwa hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, oleh karena rujuk itu mengembalikan status hukum secara penuh maka rujuk harus mendapatkan persetujuan dari mantan isterinya.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Rujuk; Suami; Istri; Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah)
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 09 Nov 2020 02:32
Last Modified: 12 Jul 2021 13:01
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11701

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics