Analisis pendapat Imam Al-Syafi'i tentang keharusan wali dalam pernikahan

Kirmanto, Kirmanto (2007) Analisis pendapat Imam Al-Syafi'i tentang keharusan wali dalam pernikahan. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo.

[thumbnail of NIM_2100155]
Preview
Text (NIM_2100155)
NIM_2100155_Skripsi_Lengkap.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (1MB) | Preview

Abstract

Yang menjadi permasalahan skripsi ini adalah apa yang melatarbelakangi Imam al-Syafi'i mengharuskan adanya wali dalam pernikahan? bagaimana metode istinbat hukum Imam al-Syafi'i tentang keharusan adanya wali dalam pernikahan? bagaimana kontekstualisasi pendapat Imam al-Syafi'i tentang keharusan adanya wali dalam pernikahan dalam hukum perkawinan kontemporer?. Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini yaitu data primer adalah karya Imam al-Syafi'i yang berjudul al-Umm dan al-Risalah. Sedangkan data sekunder adalah literatur lainnya yang melengkapi data primer. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik library research. Analisis data menggunakan deskriptif analitis berdasarkan data langsung dari subyek penelitian dan analisis hermeneutis yaitu yaitu dalam hal ini bagaimana menjelaskan isi sebuah teks keagamaan kepada masyarakat yang hidup dalam tempat dan kurun waktu yang jauh berbeda dari si empunya.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Menurut Imam al-Syafi'i, pernikahan tanpa wali maka pernikahan demikian batal, karena pernikahan harus ada izin dari walinya. Alasan Imam al-Syafi'i berpendapat bahwa seperti ini didasarkan pada istinbat hukum berupa al-Qur'an, yaitu al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 232, surat an-Nisa ayat 34, surat an-Nisa ayat 25, dan hadis dari Abu Burdah r.a. dari Abu Musa, r.a. yang diriwayatkan oleh Abu Daud At Tirmidzi, An Nasa'i dan Ibnu Majah), dan dinilai shahih oleh Ibnul Madini, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban. Pendapat Imam al-Syafi'i yang mengharuskan adanya wali dalam pernikahan sangat relevan dengan realitas kehidupan masa kini. Jika dibolehkan nikah tanpa wali, maka sebelum nikah orang akan berani mengadakan hubungan badan sebelum nikah karena orang itu akan beranggapan nikah itu sangat mudah, dan jika ia sudah menikah hak dan kewajiban masing-masing menjadi tidak jelas. Kedudukan hukum wanita menjadi lemah apalagi dalam soal waris mewarisi antara bapak dengan anak-anaknya. Problem madaratnya sudah bisa dibayangkan. Karenanya untuk mencegah madaratnya, maka adanya wali sangat diperlukan. Kontekstualisasi pendapat Imam al-Syafi'i tentang keharusan adanya wali dalam pernikahan dalam hukum pernikahan kontemporer. Sangat tepat kalau peristiwa pernikahan itu memerlukan wali dan melibatkan keluarga, terutama wali. Berbeda dengan masyarakat Barat yang sudah "modern", peristiwa pernikahan relatif hanya melibatkan mereka yang menikah saja. Jadi, lebih bersifat individual. Dalam masyarakat adat atau masyarakat yang bersifat kekeluargaan atau masyarakat yang hubungan kekeluargaannya masih kuat, keberadaan wali masih sangat dibutuhkan. Menafikan keluarga dalam masalah pernikahan bukan saja bertentangan, tetapi juga akan terasa janggal dan tidak lazim dilakukan.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Al-Syafi'i;wali;pernikahan
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah)
Depositing User: Hartono Hartono
Date Deposited: 10 Dec 2020 03:05
Last Modified: 10 Dec 2020 03:05
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11977

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics