Status anak laki-laki sebagai saksi nikah bagi ibunya : studi komparatif Imam Al-Nawawi dan Imam Ibnu Qudamah

Kholifah, Risma Ummu (2019) Status anak laki-laki sebagai saksi nikah bagi ibunya : studi komparatif Imam Al-Nawawi dan Imam Ibnu Qudamah. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo Semarang.

[thumbnail of Skripsi Lengkap.pdf]
Preview
Text
Skripsi Lengkap.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (3MB) | Preview

Abstract

Jumhur ulama sepakat bahwa saksi harus ada dalam suatu pernikahan. Meskipun menurut Imām Abu Hanifah keberadaan saksi tidak diwajibkan dalam akad nikah, namun menurut ketiga Imām Mażhab lainnya berpendapat bahwa saksi merupakan salah satu rukun nikah. Di Indonesia, aturan mengenai syarat
saksi nikah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Mahkamah Agung No 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah, dimana syarat disebutkan keduanya masih bersifat umum. Sehingga apabila ada suatu kejadian dimana pernikahan yang dilakukan oleh janda beranak laki-laki yang memenuhi kriteria menjadi saksi nikah, maka status anak laki-laki tersebut apabila sebagai saksi nikah bagi ibunya apakah mengakibatkan keabsahan atau tidaknya pernikahan yang dilakukan itu karena tidak tertulis secara tegas pada hukum positif di Indonesia apakah anak laki-laki boleh menjadi saksi nikah bagi ibunya. Sementara dalam realita yang ada sering kali seseorang yang dijadikan saksi nikah tidak
diperbolehkan dari kalangan garis keturunan baik ke-atas (bapak, kakek, dst) maupun ke-bawah (anak, cucu, dst). Mengulas hal tersebut, penulis menemukan perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqih diantaranya Imām Al-Nawāwi dan Imām Ibnu Qudamah, dimana keduanya merupakan imam besar yang kerap kali dijadikan rujukan dalam berfatwa. Berpijak dari latar belakang tersebut, dalam skripsi ini penulis mengangkat permasalahan diantaranya yaitu, bagaimana pendapat Imām Al-Nawāwi dan Imām Ibnu Qudamah tentang status anak laki-laki sebagai saksi nikah bagi ibunya, dan bagaimana relevansi pendapat Imām Al-Nawāwi dan Imām Ibnu
Qudamah tentang status anak laki-laki sebagai saksi nikah bagi ibunya dengan konteks masyarakat Indonesia.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data tersebut dianalisis dengan metode analisis komparatif.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Imām Al-Nawāwi dan Imām Ibnu Qudamah berbeda pendapat mengenai status anak laki-laki sebagai saksi nikah bagi ibunya. Menurut pendapat Imām Al-Nawāwi, bahwa pernikahan yang kesaksiannya dilakukan oleh anak laki-laki terhadap ibunya hukumnya adalah sah.
Sedangkan Imām Ibnu Qudamah menyatakan bahwa saksi yang dilakukan anak laki-laki terhadap pernikahan ibunya tidak memiliki keabsahan (pernikahannya tidak sah). Sedangkan relevansi pendapat Imām Al-Nawāwi dan Imām Ibnu Qudamah tentang status anak laki-laki sebagai saksi nikah bagi ibunya dalam konteks masyarakat Islam di Indonesia yaitu menurut penulis lebih relevan pendapat Imām Ibnu Qudamah yang menyatakan tidak sah pernikahan yang dihadiri oleh saksi anak laki-laki dari pihak mempelai wanita, untuk diterapkan di Indonesia.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Saksi nikah; Anak laki-laki
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah)
Depositing User: Muhammad Khozin
Date Deposited: 17 Jun 2019 09:43
Last Modified: 17 Jun 2019 09:43
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/9686

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics