Bentuk-bentuk persetujuan dalam pernikahan bagi wanita yang pernah berzina : studi perbandingan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam al-Syafi’i

Shofiyulloh, M. (2019) Bentuk-bentuk persetujuan dalam pernikahan bagi wanita yang pernah berzina : studi perbandingan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam al-Syafi’i. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.

[thumbnail of Skripsi_1402016122_Lengkap]
Preview
Text (Skripsi_1402016122_Lengkap)
1402016122.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (1MB) | Preview

Abstract

Wali merupakan salah satu rukun nikah. Pernikahan tidak sah tanpa adanya wali. Meskipun kehadiran wali penting dalam sebuah pernikahan, namun wali juga tidak bisa memaksa wanita untuk menikahi laki-laki pilihannya. Persetujuan wanita tetap diperlukan dalam pengambilan keputusan pernikahan Nabi Saw melarang pernikahan yang wali tidak meminta ijin terlebih dahulu. Dalam tradisi hukum Islam persetujuan wanita dibedakan menjadi dua: perawan dan janda. Jumhur ulama sepakat bahwa persetujuan janda adalah dengan mengatakannya secara langsung. Sedangkan persetujuan perawan adalah cukup dengan diamnya.
Perbedaan pendapat terjadi terhadap wanita yang pernah berzina, apakah persetujuannya adalah dengan diamnya mengingat ia belum pernah melakukan akad nikah dan mengarungi kehidupan rumah tangga, ataukah persetujuan wanita zina tadi adalah dengan mendengar jawabannya secara langsung mengingat ia pernah melakukan hubungan seksual yang itu merupakan salah satu tujuan akad pernikahan. Dua Imam besar Islam yaitu Imam Syafi‘i dan Imam Abu Hanifah berbeda pendapat dalam hal status perijinan wanita pezina. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis tertarik membahas pendapat Imam Syafi‘i dan Imam Abu Hanifah dalam masalah bentuk-bentuk perizinan wanita pezina dalam pernikahan. Tidak hanya memaparkan pendapat dari kedua Imam tersebut, tetapi penulis juga mencoba menggali metode istinbāṭ yang digunakan oleh keduanya atas pendapatnya masing-masing. Kemudian penulis juga membahas bagaimana relevansi perijinan wanita pezina terhadap hukum Islam di Indonesia.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian dokumen (library research). Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data tersebut penulis analisa dengan metode deskriptif-analisis.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pendapat Imam Syafi‘i mengenai status wanita pezina adalah sebagaimana janda, yaitu persetujuannya adalah dengan mengatakan secara langsung. Metode istinbāṭ yang digunakan Imam Syafi‘i adalah hadis yang menyatakan bahwa wanita hanya ada dua, gadis dan janda. Adapun pendapat Imam Abu Hanifah status wanita pezina adalah sama dengan perawan. Oleh karena itu perijinannya adalah dengan diam. Metode istinbāṭ yang digunakan Imam Abu Hanifah adalah hadis yang menyatakan perawan mempunyai rasa malu yang besar.
Pendapat Imam Syafi‘i menurut penulis adalah pendapat yang relevan dengan hukum Islam di Indonesia untuk memperjelas status wanita yang pernah pezina agar pihak laki-laki yang akan melamar sudah mengetahui terlebih dahulu bahwa calon mempelainya sudah tidak perawan.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Perkawinan (hukum Islam); Zina
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah)
Depositing User: Muhammad Khozin
Date Deposited: 26 Feb 2020 07:19
Last Modified: 26 Feb 2020 07:19
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10704

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics