Simbol keislaman dalam tradisi Begalan di Banyumas

Munawar, Imam (2020) Simbol keislaman dalam tradisi Begalan di Banyumas. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Tesis_1600048015_Imam_Munawar]
Preview
Text (Tesis_1600048015_Imam_Munawar)
Tesis_1600048015_Imam_Munawar.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (1MB) | Preview

Abstract

Sebuah penelitian yang menjelaskan tentang fenomena kebudayaan lokal yang ada di masyarakat wilayah Banyumas khususnya dan keresidenan Banyumas umumnya. Fenomena dakwah melalui seni dan keterkaitan budaya lokal dengan interaksi Islam, dalam sebuah seni yang dikembangkan oleh masyarakat Banyumas. Bentuk variasi dan penyajian yang dibawakan dari juru begal dalam setiap pementasannya menunjukkan beberapa makna dan nilai moral tentang ajaran Islam yang secara tidak langsung menjadi sebuah bentuk dakwah Islamiyyah di masyarakat Banyumas. Berdakwah tidak hanya dilakukan melalui mimbar karena masyarakat selalu berubah.
Dakwah merupakan suatu proses penyampaian informasi ilahiah kepada manusia melalui berbagai metode, seperti ceramah, film, drama, seni, budaya dan bentuk-bentuk lain yang melekat dalam aktivitas kehidupan setiap pribadi muslim. Peneliti berusaha mengungkap bagaimana fungsi simbol keislaman dalam tradisi begalan di Banyumas serta bagaimana makna dakwah dalam tradisi begalan di Banyumas. Begalan merupakan salah satu tradisi Banyumas yang populer di samping kenthongan atau tek-tek Banyumasan, Ebeg (Kuda Lumping), Calung, Lengger, dan kesenian lainnya yang menjadi daya tarik masyarakat karena keunikan dan kejenakaannya. Tradisi begalan ini selalu ditampilkan dalam suasana yang ramai yaitu saat seseorang memiliki hajat pernikahan, atau saat mantu, tradisi ini sangat melekat dengan sejarah Banyumas, sehingga ketika akan melihat istilah, asal-usul, serta muatan ini sangat berhimpitan dengan perjalanan Banyumas.
Begalan merupakan salah satu bentuk ritual yang sangat penting dalam upacara pernikahan di Banyumas karena disamping memiliki fungsi sebagai sarana tolak bala, didalamnya terdapat nilai-nilai dakwah, nilai pendidikan, dan nilai sosial yang diperuntukan bagi pengantin maupun masyarakat yang lain yang hadir dalam upacara tersebut. Slamet dan Supriyadi dalam bukunya Seni Begalan mengatakan bahwa begalan dalam bentuk penyajiannya berupa tarian, dialog, dan nyanyian atau tembang yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh dua tokoh begal yaitu Surandeta sebagai tokoh begal dan Surantani tokoh yang membawa persyaratan dan peralatan pernikahan yang akan diserahkan kepada pihak perempuan yang dibegal.
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan oleh peneliti dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran dakwah yang disampaikan oleh (da’i/juru begal) melalui tradisi begalan yaitu dengan cara menjabarkan filosofi makna dibalik simbol dari setiap peralatan dapur atau ubo rampe yang dibawa oleh pengantin laki-laki melalui juru begal, terdapat bentuk simbol keislaman yang berfungsi sebagai sarana dakwah bagi juru begal dalam memberikan dakwahnya. Penyampaian yang unik dan jenaka dan berbeda dari yang lain diharapkan mampu membuat pengantin atau pengunjung yang datang mampu menyerap pesan dari materi dakwah yang disampaikan. Zaman yang semakin maju tidak menyurutkan semangat para juru begal dan masyarakat Banyumas untuk senantiasa menggunakan tradisi begalan sebagai salah satu media dakwah dan melestarikan tradisi begalan sebagai salah satu warisan leluhur supaya tidak menghilang seiring dengan perkembangan zaman. Nilai Religius yang sangat tampak di akhir acara begalan, di mana juru begal kemudian melakukan retual yang disebut dengan donga (berdoa) kepada Sang Pencipta, Allah SWT untuk dihindarkan dari mara bahaya. Sedangkan makna sosial dari begalan dapat terlihat dari upaya transformasi nilai dari generasi tua kepada generasi muda (pengantin) untuk selalu ngugemi (ingat) pada simbol-simbol yang syarat dengan nilai. Simbol-simbol dalam begalan yang disatukan dalam brenong kepang adalah upaya untuk menyederhanakan value yang kemudian memudahkan untuk diingat, dengan demikian makna dan pesan moral tersebut bermanfaat bagi kedua mempelai pengantin dan seluruh umat muslim.

ABSTRACT:

A research which explained the phenomenon of local culture in Banyumas community and Banyumas residency in general. The phenomenon of da’wah through art and the linkage of local culture to the interaction of Islam in an art developed by the Banyumas community. The variations’ form and presentation brought by Begalan figures in every staging, showed some meanings and moral values about the Islamic doctrines which were not directly became a form of Islamic da’wah in Banyumas society. Da’wah is not only about inviting, engaging, persuading through the pulpits or rostrums in any several mosques, because society will always change.
Da’wah is a process of delivering divine information to humans through various methods, such as lectures, films, drama, art, culture and other forms inherent in daily Muslim activities in their life. Researchers tried to uncover how the function of Islamic symbols in the tradition of Begalan in Banyumas and how the meaning of da'wah in this tradition. Begalan is one of the popular Banyumas traditions besides Banyumasan kentongan or tek-tek, Ebeg (Kuda Lumping), Calung, Lengger, and other arts which were the main attraction of the community because of its uniqueness and antics. This kind of tradition is always displayed in a crowded atmosphere, when there was a couple had a wedding or other celebration, this tradition is very attached to the history of Banyumas, then we will see the terms, origins, and contents were very coincided with the Banyumas journey.
Begalan is one form of ritual that was very important in a wedding ceremony in Banyumas because, it had many functions like deterrent bad luck, there were da'wah values, educational values, and social values intended for brides and other people present at the ceremony. Slamet and Supriyadi in their book “Seni Begalan” said that Begalan in the form of dance, dialogue, and song which was carried out by two begal figures namely Surandeta as a begal figure and Surantani a figure who brought the marriage requirements and equipment to be handed over to the women to be married. From the results of research and discussion, it can be concluded that the description of da'wah delivered by (da'i / begal figures) through the Begalan tradition which explained the philosophical meaning behind the symbols of each kitchen utensil or ubo rampe brought by the groom through a begal figures, there was a form of Islamic symbol that served as a means of da'wah for begal figures in giving his da'wah. uniqe and funny delivery was expected to be able to make the bridegroom or guests who was able to get the message from the da'wah materials delivered. An increasingly modern era did not discourage the enthusiasm of the Banyumas community to always use the tradition as a medium for da'wah and to preserve the tradition as a cultural heritage so as not to disappear along with the times. Religious value that was very visible at the end of the Begalan show, where the Begalan figures perform a ritual called donga (praying) to the Creator, Allah SWT to avoid danger. While the social meaning of the slump can be seen from the efforts to transform the values of the older generation to the younger generation (bridegroom) to always deal with ngugemi (remember) the symbols that were full of values. The symbols in Begalan united in brenong kepang were the efforts to simplify values, then made it easier to remember, thus the meaning and moral message were beneficial for the bridegroom and all Muslims.

ملخص :
دراسة تشرح لنا ظاهرة الثقافة المحلية في مجتمع بانيوماس(Banyumas) خاصة وإقامة بانيوماس عامة. ظاهرة الدعوة من خلال الفن ورابط الثقافة المحلية بمعاملة الإسلام في احد فن طوره مجتمع بنيوماس. وشكل التناوع والعرض اللذان اتى بهما خبير بِبيكال (juru begal) في سائر المسرحيّة تدلَّان معانٍ عديدةً وقيمةً خلاقية عن التعاليم الإسلامية التي أصبحت شكلاً من أشكال الدعوة الإسلامية في مجتمع بانيوماس بشكل غير مباشر. لا تتم الدعوة من خلال المنبر نفسه لأن المجتمع يتغير دائمًا.
الدعوة هي عملية إيصال المعلومات الإلهية إلى البشر من خلال مختلفة الطرق، على سبيل المثال: المحاضرات والأفلام والتمثيليَّات والفنون والثقافات وأشكال أخرالتي متأصلة في أنشطة حياة كل مسلم. حاول الباحث كشف عن وظيفة الرموز الإسلامية في تقاليد بيكالان في بانيوماس وعن كيفية معنى الدعوة في تقاليد بكالان في بانيوماس. بكالان هو احد من تقاليد بانيوماس الشهير بجانب كينتوعان kentongan أو tek-tekتيك تيك بانيوماس، و أيبيك او كودا لومقيمج Ebeg (Kuda Lumping) و جالونج Calung و لينجيرLengger وغيرها من الفنون التي تكون جاذية المجتمع لسبب تفرده وغريبه. ودام عرض هذا تقليد بكالان في أجواء مزدحمة عندما يكون هناك شخص لديه حفل زفاف، أو عندما تكون تزويج ابن ، هذا التقليد مرتبط جدًا بتاريخ بانيوماس ، لذلك عندما ترى المصطلحات والأصول والمحتويات تتزامن تمامًا مع رحلة بانيوماس.
بيكالانBegalan هو احد شكل من أشكال الطقوس فهو مهم جدا في حفل النكاح في بانيوماس لأنه بالإضافة إلى وظيفة كوسيلة لدفع البلاء ، فيه أيضا قيم الدعوة والقيم التعليمية والقيم الاجتماعية المخصصة للعروس والأشخاص الآخرين الحاضرين في الحفل. قال Slametسلامة و سوبريادي Supriyadi في كتابهما فن بكالان Begalan Art أن بيكالان في شكل عرضه بشكل الرقص والحوار والأغنية أو الأغنية (tembang) التي تم تنفيذه قام به نفران من بيكال، وهما Surandeta كنفر بكال و Surantani كنفرحملت شرائط الزواج وادواته التي سيتم تسليمها إلى النساء التي تكون بمفعول بيكال.

من نتائج البحث والمناقشة التي طرحها الباحث ، يمكن استنتاج أن وصف الدعوة التي يقدمها (داعي / خبير بيكال) من خلال تقليد ذلك هو تحديد المعنى الفلسفي وراء رموز كل أواني المطبخ أو اوبو رامبي (ubo rampe) الذي حمله العريس من خلال خبير ببيكال، يوجد هناك شكل من أشكال الرمز الإسلامي بمثابة وسيلة للدعوة لدى خبيرِ ببيكال في اعطاء دعوته. وتقديم فريد وذكي ومختلف عن الآخرين ومن المتوقع يُرجَى بقادرِ على جعل العروس أو الزائر قادرًا على استيعاب الرسالة من المواد الدعائية المقدمة. لا يخفف العصر الأكثر تقدمًا حماسة اهل بيكال الشفويين في مجتمع بانيوماس لاستخدام تقاليد بيكالان دائمًا كواحدة من وسائل الإعلام الدعائية والحفاظ على تقاليد بيكالان كإرث أسلاف حتى لا تختفي مع الزمن. قيمة دينية تظهر واضحة في نهاية البرنامج ، حيث يقوم الحبير ببكال بعد ذلك بأداء الطقوس يسمى الدونجا ( الدعاء) للخالق ، الله سبحانه وتعالى لتجنب الخطر. واما المعنى الاجتماعي من بيكالان يظهر تحويل القيم من الجيل الأكبر سنا إلى الجيل الأصغر (العروس) للتعامل دائمًا (التذكر) بالرموز المشروطة بالقيم. والرموز الموجودة في بكالان التي تتحد في kepang brenong هي محاولة لتبسيط القيمة التي تسهل تذكرها ، وبالتالي ان المعنى والرسالة الأخلاقية مفيدان لكلا العروس وجميع المسلمين.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Simbol Keislaman; Tradisi Begalan; Dakwah; Budaya; Banyumas
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.7 Propagation of Islam > 297.74 Dakwah
300 Social sciences > 390 Customs, etiquette, folklore > 392 Customs of life cycle and domestic life
Divisions: Program Pascasarjana > Program Master (S2) > 70133 - Komunikasi dan Penyiaran Islam (S2)
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 03 Jul 2021 03:07
Last Modified: 03 Jul 2021 03:07
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13367

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics