Secara syara’ al- radā’ah adalah cara penghisapan yang dilakukan ketika proses menyusu pada puting manusia dalam waktu tertentu. Radā’ah merupakan perbuatan yang dilakukan satu kali dalam penyusuan, sebagaimana lafadz darbatan (satu kali pukul) jalsatan (satu kali duduk) dan aklatan (satu kali makan), yaitu ketika seorang anak kecil menghisap putting susu kemudian meninggalkan dengan kemauannya sendiri tanpa paksaan maka hal tersebut disebut dengan radā’ah. Mayoritas ulama ahli fikih telah sepakat bahwa raḍā’ah menimbulkan akibat hubungan ketahriman, Dalam permasalah penyusuan yang menjadikan sebab ketahriman terjadi perbedaan pendapat antara imam Syafī’i dan ibn Hazm. Imam Syafī’i menyatakan bahwa penyusuan yang menjadikan ketahriman adalah penyusuan yang dilakukan pada masa sebelum bayi berumur dua tahun. Dengan dalil al-qur’an dan hadits yang beliau cantumkan dalam kitabnya al-um, sedangkan ibn Hazm berpendapat berbeda, bahwa penyusuan yang menjadikan ketahriman adalah semua penyusuan baik itu dilakukan dalam usia sebelum dua tahun ataupun lebih, bahkan usia lanjut (lansia) terkena hukum ini.
Berdasarkan uraian diatas, maka pokok persoalan yang akan diangkat dalam skripsi di sini adalah: 1. Apa Penyebab Perbedaan Pendapat Imam Al-Syāfi’i dan Ibn Hazm Tentang Hukum Penyusuan Laki-Laki diatas Umur Dua Tahun. 2. Bagaimana Relevansi Pendapat al-Syafi’i dan Ibn Hazm Tentang Hukum Penyusuan laki-laki diatas umur dua tahun dengan Kompilasi Hukum Islam.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research), sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data tersebut penulis analisis dengan metode analisis deskriptif-komparatif.
Hasil analisis yang penulis temukan dalam penelitian ini yaitu: (1) penyebab dari perbedaan pendapat antara imam As-Syafi’i dan Imam Ibn Hazm tentang hukum persusuan laki-laki diatas umur dua tahun adalah dalam penggunaan dalil yang digunakan, dalam hadist yang menceritakan salim yang imam ibn Hazm gunakan sebagai dasar pendapatnya ditolak oleh imam Syafi’i karena adanya hadist yang lain dan menganggap kasus tersebut merupakan kasus yang hukum sehingga hukumnya hanya khusus untuk salim tidak untuk hukum umum. (2) Dampak dari kedua pendapat diatas adalah menjdikan mahram dan larangan untuk menikah selamanya, namun untuk pendapatnya ibnu hazm yang menyatakan dewasa maupun lansia juga menyebabkan hubungan mahram, bagaimana jika yang menyusu telah memiliki hubungan pernikahan, maka pernikahan mereka harus dibatalkan sesuai dengan peraturan yang ada dalam KHI, dampak dari pendapatnya Ibnu Hazm ini sangat besar dan luas, sehingga dalam analisis penulis pendapat ini perlu untuk dihindari dan lebih sesuai menggunakan pendapat imam safi’i yang lebih ringan dampaknya.