Penelitian ini mengulas bagaimana pemaknaan Āṡar Al-Sujūd dalam Tafsir Al Misbah dan Al Azhar. Terdapat perbedaan pendapat mengenai bekas Sujūd yang dimaksud dalam surah Al-Fath ayat 29. Pada penelitian ini peneliti akan menyajikan berbagai penafsiran mulai dari mufassir klasik, pertengahan dan modern. pada era moderen saat ini, banyak yang mengidentikkan bekas Sujūd terdapat tanda hitam pada dahi merujuk pada surat al-Fath ayat 29. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ibnu Abas yang merujuk dari pendapat ulama bernama al-Hafidz Ibn Hajar pada kitab Fathul al-Bari syarah dari Hadist Imam Bukhari.
Pada penelitian ini penulis memfokuskan pada penafsiran kata Āṡar Al-Sujūd dalam al-Qur’an khususnya pada syarah Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya yaitu Tafsir al-Misbah dan penafsiran dari Buya Hamka khususnya pada kitab tafsir karyanya yaitu Tafsir al-Azhar. Peneliti juga berupaya mengungkap penafsiran Āṡar Al-Sujūd sebagai golongan yang bukan hanya memiliki tanda lahir saja, melainkan juga sebagai tanda batin.
Penelitian ini peneliti mengguakan pendekatan kualitatif, yakni peneliti berusaha menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sebanyak-banyaknya. Studi ini termasuk kategori library research menggunaka subyek dan objek bersumber dari kepustakaan, baik kitab tafsir klasik ataupun kontemporer, jurnal, tesis, disertasi, buku dan lain-lainnya. Jenis penelitian seperti ini tidak selalu bertujuan untuk menemukan kausalitas terjadinya sesuatu, akan tetapi sebagai bentuk usaha memahami situasi tertentu untuk mencapai suatu kesimpulan yang objektif.
Setelah dilakukan kajian mengenai Āṡar Al-Sujūd oleh peneliti dapat diketahui bahwa metode yang digunakan oleh Quraish Shihab adalah meotde tahlili, metode muqoron, dan pengklasifikasian tema-tema pembahasan dalam berbagai ayat. Sedangkan metode yang digunakan oleh buya hamka adalah menggunakan metode tahlili dan metode muqarîn. Kelebihan penafsiranQuraish Shihab adalah menggunakan bahasa Indonesia, sistematika penulisan yang mudah difahami, manambahkan penafsiran terdahulu, mengkaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat, tidak menghilangkan korelasi antar ayat dan antar surat. Kekurangan penafsiran qurasih shihab adalah menggunakan bahasa Indonesia, sehingga hal ini menunjukkan bahwa tafsir tersebut masih bersifat local dan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam Indonesia saja. Sedang bagi orang non- Indonesia tetap akan mengalami kesulitan karena bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa Internasional dan tidak menyebutkan perawi dalam tafsirnya, sedangkan kelebihan penafsiran Buya hamka adalah menggunakan bahasa Indonesia, penafsiran Āṡar Al-Sujūd lebih komperhensif, memberikan judul pada pokok bahasan sesuai dengan pokok kelompok ayat yang ditulis sebelumnya, menambahkan penafsiran terdahulu, menjelaskan makna ayat yang ditafsirkan untuk menunjang tujuan pokok yang ingin dicapainya, kekurangan penafsiran buya hamka tidak menampilkan susunan perawi dan sumbernya,