Kejahatan siber dengan metode DDoS attack terhadap website merupakan kejahatan yang digunakan untuk melumpuhkan website dengan cara membanjiri traffic webserver sehingga webserver mengalami overload dan berakibat pada kerusakan sistem website. Ancaman serangan siber dengan metode ini sangat nyata namun penegakan hukum di Indonesia tidak secara maksimal dapat menuntaskan kejahatan siber ini salah satu penyebabnya adalah karena belum jelasnya aturan sanksi pidana dalam hukum positif di Indonesia, maka dari itu penelitian ini berusaha untuk menganalisis Hukum Positif tentang bagaimana sanksi pidana kejahatan siber DDos Attack terhadap website, kemudian dalam rangka mengisi kekosongan hukum dalam Fiqih Jinayah penelitian ini juga berusaha untuk menganalisis Fiqih Jinayah tentang bagaimana sanksi pidana DDoS attack terhadap website.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum kualitatif, metode pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metode dokumentasi/studi pustaka dengan data primer yang bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transksi Elektronik, dan kitab Al-Qawâ’id wal-Ushûl al -Jûmi’ah wal-Furûq wat-Taqâsîm al-Badî’ah an-Nâfi’ah, karya Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di, tahqiq: Dr. Khalid bin ‘Ali bin Muhammad al-Musyaiqih, Darul wathan, cetakan II, data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari pendapat atau tulisan para ahli dalam bidang cyber dan fiqih jinayah dan data tersier bersumber dari kamus hukum, terminologi dan lain sebagainya.
Sanksi Pidana kejahatan siber dengan metode DDoS attack terhadap Website dalam Hukum positif terdapat dalam Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transksi Elektronik Pasal 30 ayat (3) Jo Pasal 46 ayat (3) dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) serta Pasal 33 Jo Pasal 49 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Adapun dalam fiqih jinayah sanksi pidananya dapat dirumuskan berdasarkan kaidah fiqih ke-13 (tiga belas) yang terdapat dalam kitab Al-Qawâ’id wal-Ushûl al -Jûmi’ah wal-Furûq wat-Taqâsîm al-Badî’ah an-Nâfi’ah, karya Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di, tahqiq: Dr. Khalid bin ‘Ali bin Muhammad al-Musyaiqih, Darul wathan, cetakan II. yang menghasilkan sanksi pidana yaitu Jarimah ta’zir berupa hukuman denda (Ghuramah) dan hukam penjara jika hukuman denda (Ghuramah) menurut hakim belum maksimal.