Penentuan lama waktu puasa wilayah lintang tinggi dengan acuan waktu Makkah metode Daru al-ʼIfta’ al-Misriyyah

Makhturoh, Siti (2022) Penentuan lama waktu puasa wilayah lintang tinggi dengan acuan waktu Makkah metode Daru al-ʼIfta’ al-Misriyyah. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Tesis_1902048008_Siti_Makhturoh] Text (Tesis_1902048008_Siti_Makhturoh)
Tesis_1902048008_Siti_Makhturoh.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (4MB)

Abstract

Lama waktu antara siang dan malam di daerah iklim tropis dan iklim subtropis selalu seimbang, berbeda dengan daerah iklim sedang dari lintang 44° dan iklim kutub yang mengalami lama siang dan malam tidak seimbang, sehingga terjadi siang yang sangat panjang atau sebaliknya. Adapun siang yang sangat panjang ini sangat berpengaruh ketika bertepatan dengan bulan Ramadan, sebab pada saat itu umat Islam harus berpuasa dengan durasi yang sangat lama. Dalam menyikapi hal ini Dᾱru Al-ʼIftᾱ’ Al-Miṣriyyah memberi solusi waktu Magrib alternatif bagi daerah yang mengalami siang lebih dari 18 jam dengan acuan lama waktu Makkah. Dari pendapat ini menimbulkan pertanyaan: (1) Bagaimana konsep waktu Makkah penentu lama waktu puasa di Negara lintang tinggi dalam pandangan Fikih dan Astronomi? (2) Bagaimana pandangan Astronomi dan Fikih dalam penentuan batas-batas Negara lintang tinggi yang dapat menggunakan waktu Makkah sebagai penentu lama waktu puasa? Permasalahan ini dijelaskan menggunakan studi kepustakaan (library reseach), dalam bentuk metode kualitatif. Aplikasi website Dᾱru Al-ʼIftᾱ’ Al-Miṣriyyah dan buku Kitᾱbu Aṣ-Ṣiyᾱm sebagai sumber data dalam studi ini melalui dokumentasi Kemudian, semua data.dianalisis menggunakan pendekatan case studies dan analisis deskriptif.
Hasil dari kajian ini adalah (1) Kategori yang termasuk dalam penggunaan metode Dᾱru Al-ʼIftᾱ’ Al-Miṣriyyah dalam penentuan lama puasa di daerah yang mengalami siang lebih dari 18 jam adalah daerah lintang 44° sampai 90°. Namun, bagi umat Islam yang berada di daerah lintang 44° sampai 46° lebih baik menggunakan waktu daerah setempat. (2) Berdasarkan Astronomi, penentuan waktu berdasarkan lama waktu Makkah bagi daerah lintang 44° sampai 90° kurang tepat, karena mengakibatkan selisih waktu yang sangat panjang. Adapun secara Fikih, metode Dᾱru Ifta Mesir memberi kemudahan berpuasa bagi daerah yang mengalami siang lebih dari 18 jam, sehingga mereka cukup berpuasa selama 12 sampai 15 jam, solusi lama waktu ini berdasarkan batas waktu secara umum. Penggunaan solusi waktu ini dapat digunakan untuk daerah lintang 47° sampai 90°. Adapun solusi bagi daerah yang tidak mengalami terbit Fajar, maka bisa menggunakan Fajar akhir setempat. Namun, untuk solusi penentuan waktu yang lebih tepat bagi daerah lintang 47° sampai 90° adalah mengikuti waktu Negara terdekat.

ABSTRACT:
The length of time between day and night in tropical climates and subtropical climates is always balanced, in contrast to temperate climates of latitude 44° and polar climates which experience an unequal length of day and night, resulting in very long days or vice versa. This very long afternoon is very influential when it coincides with the month of Ramadan because Muslims must fast for a very long duration at that time. In response to this, Dᾱru Al-ʼIfta’ Egypt provides an alternative Maghrib time solution for areas that experience more than 18 hours of daylight with a reference to Mecca time. This opinion raises questions: (1) How does the concept of Mecca time determine the length of fasting in high-latitude countries from the perspective of Jurisprudence and Astronomy? (2) What is the view of Jurisprudence and Astronomy in determining the boundaries of high-latitude countries that can use Mecca time as a determinant of the length of fasting? This problem is explained using a literature study (library research), in the form of a qualitative method. The application of the Dᾱru Al-ʼIfta’ Al-Miṣriyyah website and the book Kitᾱbu Aṣ-Ṣiyᾱm as data sources in this study through documentation. Then, all data were analyzed using a case studies approach and descriptive analysis.
The results of this study are (1) The categories included in the use of the Egyptian Dᾱru Al-ʼIftᾱ’ method in determining the length of fasting in areas that experience more than 18 hours of daylight are latitudes of 44° to 90°. However, for Muslims who are in latitudes of 44° to 46° is better to use local time. (2) Based on Astronomy, the determination of time based on the length of time for Mecca for latitudes 44° to 90° is not quite right, because it results in a very long time difference. As for Jurisprudence, the Egyptian Dᾱru Ifta method makes it easy to fast for areas that experience more than 18 hours of daylight, so they only need to fast for 12 to 15 hours. The solution to this length of time is based on the general time limit. The use of this time solution is used for latitudes of 47° to 90°. As for the solution for areas that do not experience dawn, then you can use the local final dawn. However, for a more precise time setting solution for latitudes 47° to 90° is to follow the time of the nearest country.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Waktu puasa; Wilayah lintang tinggi; Waktu Makkah; Metode Daru al-ʼIfta’ al-Miṣriyyah
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.26 Islam and secular disciplines > 297.265 Islam and natural science (Incl. Islamic Astronomy/Ilmu Falak)
Divisions: Program Pascasarjana > Program Master (S2) > 50102 - Ilmu Falak (S2)
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 17 Feb 2023 01:56
Last Modified: 17 Feb 2023 02:12
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/19201

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics