Self acceptance dalam Al-Qur’an dan relevansinya terhadap qana’ah progresif

Alallah K, Muhammad Mutawakkil (2022) Self acceptance dalam Al-Qur’an dan relevansinya terhadap qana’ah progresif. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Tesis_1904028013_Muhammad_Mutawakkil_Alallah_K] Text (Tesis_1904028013_Muhammad_Mutawakkil_Alallah_K)
Tesis_1904028013_Muhammad_Mutawakkil_Alallah_K.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (2MB)

Abstract

Tidak adanya kemampuan penerimaan diri seringkali menyebabkan lahirnya berbagai masalah dalam hidup seseorang, termasuk masalah mental. Ketika dihadapkan dengan kondisi yang tidak ideal, orang seperti itu cenderung merespons dengan negatif, sementara orang yang memiliki penerimaan diri akan memberikan respons yang positif. Adapun dalam Islam, terdapat sikap penerimaan diri yang bisa disebut dengan qanā’ah. Oleh karena itu, tulisan ini berusaha melihat relevansi antara penerimaan diri dan qanā’ah, yang ditinjau dari ayat-ayat al-Qur`an, sekaligus agar diperoleh pemahaman tentang qanā’ah progresif. Untuk itu, penelitian ini menggunakan metode tematik, dengan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan penerimaan diri dan qanā’ah, menganalisisnya dengan mempertimbangkan konteks ayat dan munasabah ayat, dengan merujuk penafsiran para ulama, dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa penerimaan diri ala al-Qur`an adalah sikap menerima secara utuh terhadap diri sendiri, dengan kesadaran bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri adalah ketetapan Allah. Baik ataupun buruk, mesti diterima dengan respons positif. Penerimaan diri lebih menekankan kemampuan personal, sementara dalam qanā’ah terdapat peran dan kuasa Tuhan. Di samping itu, dalam al-Qur`an juga terdapat tingkatan mengenai qanā’ah, yang tidak hanya sikap pasif tetapi sekaligus sifat positif dalam merespons takdir yang melekat pada diri. Adapun batasan respons positif di sini ialah mesti dilakukan pada wilayah yang diridhai Allah dan menjunjung ketaatan. Sebab, qanā’ah menempati wilayah yang fondasinya ialah keimanan, kerja dan amal baik, serta tidak lepas dari keridhaan Allah. Apabila salah satu ada yang dilewati atau bahkan semuanya, maka predikat qāni tidak akan melekat kepadanya. Qanā’ah adalah tentang hubungan yang tidak berujung antara usaha (ikhtiyar) dan kepasrahan (tawakal). Dengan demikian, ketika seseorang berhenti berusaha dan mengatakan bahwa ia pasrah tawakal, ia sebenarnya telah memutus diri dari qanā’ah.

ABSTRACT:
The absence of self-acceptance ability often leads to the birth of various problems in a person's life, including mental problems. When faced with conditions that are not ideal, such a person tends to respond negatively, while a person who has self-acceptance will give a positive response. As for Islam, there is an attitude of self-acceptance that can be called qanā'ah. Therefore, this paper seeks to see the relevance between self-acceptance and qanā'ah, which is reviewed from the verses of the Qur'an, as well as to gain an understanding of progressive qanā'ah. For this reason, this study uses a thematic method, by collecting verses related to self-acceptance and qanā'ah, analyzing them by considering the context of the verses and verse munasabah, by referring to the interpretations of scholars, and so on.
Based on the research conducted, it is known that self-acceptance based on the Qur'an is an attitude of complete acceptance of oneself, with the realization that everything that happens to oneself is the decree of Allah. Good or bad, it must be received with a positive response. Self-acceptance emphasizes personal ability, while in qanā'ah there is the role and power of God. In addition, in the Qur'an there is also a level of qanā'ah, which is not only a passive attitude but also a positive nature in responding to the inherent destiny of the self. The limitation of a positive response here is that it must be done in the area that God has given and upholds obedience. Because, qanā'ah occupies a territory whose foundation is faith, work and good deeds, and is inseparable from the pleasure of Allah. If one of them is passed or even all of them, then the predicate qāni will not be attached to it. Qanā'ah is about the endless relationship between effort (ikhtiyar) and resignation (tawakal). Thus, when a person stops trying and says that he is resigned, he has actually cut himself off from qanā'ah.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Penerimaan diri; Self-acceptance; Tafsir tematik; Qanā’ah progresif
Subjects: 100 Philosophy and psychology > 150 Psychology > 155 Differential and developmental psychology
200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.1 Sources of Islam > 297.12 Al-Quran and Hadith > 297.122 Al-Quran > 297.1226 Interpretation and Criticism
200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.4 Sufism > 297.45 Sufi ethics
Divisions: Program Pascasarjana > Program Master (S2) > 76131 - Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (S2)
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 10 Jul 2023 09:59
Last Modified: 10 Jul 2023 09:59
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/20022

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics