Status kesaksian seorang pelaku qażaf menurut pendapat Imam Abu Hanifah
Jannata, Julina (2019) Status kesaksian seorang pelaku qażaf menurut pendapat Imam Abu Hanifah. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.
SKRIPSI LENGKAP.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (3MB) | Preview
Abstract
Salah satu syarat saksi dalam hukum pidana Islam adalah memiliki sifat adil. Adil yang dimaksudkan adalah seseorang yang dikenal memiliki perilaku yang baik dan tidak banyak melakukan dosa besar, oleh karena itu kesaksian seorang yang fasik tidak dapat diterima. Seseorang yang menuduh orang lain berzina dan tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, maka ia termasuk orang yang fasik dan karena sebab fasik tersebut kesaksian seorang pelaku qażafyang telah di had qażaf tidak dapat diterima. Mayoritas ulama berpendapat seorang pelaku qażaf dapat diterima kembali kesaksiannya setelah ia bertobat, akan tetapi hal berbeda disampaikan oleh Imam Abu Hanifah, beliau berpendapat bahwa kesaksian seorangpelaku qażaf tidak dapat diterima meskipun ia bertobat.
Berpijak dari latar belakang tersebut, penulis meneliti dan mengkaji bagaimana pendapat Imam Abu Hanifah tentang status kesaksian seorang pelaku qażaf. Rumusan masalah pada penelitian ini pertama, bagaimana pendapat dan istinbaṭ hukum Imam Abu Hanifah tentang kesaksian seorang pelaku qażaf. Kedua, apa faktor yang mempengaruhi pendapat Imam Abu Hanifah tentang kesaksian seorang pelaku qażaf.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah kitab Fatḥul Qadīr karya Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, dan kitab Badā’i Ṣanā’i fī Tartīb al Syarā’i, karya Abi Bakr bin Mas’ud al-Kasani, dan data sekundernya adalah buku-buku yang ada relevansinya dengan permasalahan yang penulis kaji. Adapun analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif- analitik.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Imam Abu Hanifah berpendapat, kesaksian seorang pelaku qażaf tidak dapat diterima selamanya meskipun pelaku telah melakukan tobat. Pendapat beliau berdasarkan surat An-Nūr ayat 4-5, di dalam ayat tersebut terdapat istitsna’ (pengecualian), menurut Imam Abu Hanifah pengecualian tersebut kembali kepada kalimat yang menghukuminya fasik dan tidak kembali pada kalimat tidak diterimanya kesaksian. Alasan lain adalah hukuman bagi pelaku qażafitu terbuka dan disaksikan oleh masyarakat, sehingga telah jatuh kepribadiannya di hadapan masyarakat, sedangkan kurangnya nilai kepribadian menghalangi diterimanya kesaksian.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Kesaksian; Pelaku qażaf; Hukum pidana Islam |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.1 Sources of Islam > 297.14 Religious Ceremonial Laws and Decisions 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.27 Islam and social sciences > 297.272 Islam and politics, fundamentalism |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74231 - Hukum Pidana Islam |
Depositing User: | Ricky Dwi Kurnianto |
Date Deposited: | 23 Nov 2019 03:40 |
Last Modified: | 23 Nov 2019 03:40 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10238 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year