Kitab Natijat al-Miqāt adalah kitab falak karya Ahmad Dahlan al-Tarmasi yaitu seorang ahli falak yang lahir di Tremas pada tahun 1279 H / 1861 M, ia adalah cucu Abdul Manan pendiri Pondok Pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur. Ia menjadi menantu Saleh Darat, yang kemudian menghabiskan waktunya di daerah Darat Semarang. Kitab Natijat al-Miqāt ini menjelaskan tentang penentuan arah kiblat yang cara menentukannya adalah dengan menggunakan tongkat istiwa’, dengan bantuan bayang-bayang Matahari sebelum dan sesudah zawal untuk mencari arah barat dan timur serta selatan dan utara. Setelah ditemukan arah tersebut, maka dari arah barat ditarik garis sebesar lintang Makkah sebesar 21˚ 30’ ke arah utara kemudian dari lintang Makkah tersebut tarik garis ke lintang tempat yang akan diukur arah kiblatnya, dan cara tersebut hanya berlaku di daerah Jawa saja. Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian tentang hisab arah kiblat dalam kitab ini, yaitu untuk mengetahui tingkat keakurasian dan relevansi arah kiblat dalam kitab Natijat al-Miqāt jika dibandingkan dengan penentuan arah kiblat pada masa sekarang.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian kualitatif. Berdasarkan kategori fungsionalnya, termasuk penelitian kepustakaan (Library Research) yakni penulis melakukan analisis terhadap sumber data. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi dan wawancara. Sumber primernya adalah kitab Natijat al-Miqāt, sedangkan buku-buku lain dan hasil wawancara terhadap ahli waris sebagai data pendukung. Setelah data terkumpul, penulis menggunakan metode content analisis (analisis isi) yang dalam hal ini penentuan arah kiblat dalam kitab Natijat al-Miqāt. Kemudian penulis juga melakukan komparasi arah kiblat dalam kitab Natijat al-Miqāt yang hanya berlaku di Jawa dengan arah kiblat kota-kota lain di Indonesia sehingga akan diketahui kesesuaian penerapan arah kiblat dalam kitab ini.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa penentuan arah kiblat Ahmad Dahlan dalam kitab Natijat al-Miqāt dengan menggunakan alat bantu tongkat istiwa’, yang ditaruh di tempat yang datar untuk mencari arah mata angin dengan bayangan Matahari sebelum dan sesudah zawal. Setelah itu dari barat ditariklah garis ke utara sebesar lintang Makkah 21o 30’ itulah arah kiblatnya, dan hanya berlaku di daerah Jawa saja. Konsep penentuan arah kiblat yang diusung oleh Ahmad Dahlan ini bisa dikatakan relevan dalam menghadap kiblatnya, yaitu barat serong ke utara untuk daerah Indonesia khususnya Jawa, yang terletak di sebelah timur selatanya kota Makkah. dan cara menggeser arah kiblat dari barat ke utara yang hampir sesuai dengan konsep perhitungan arah kiblat dengan menggunakan rumus segitiga bola. Hanya saja nilai gesernya kurang tepat dan kurang akurat. Ahmad Dahlan tidak mengaplikasikan konsep tersebut ke dalam rumus-rumus segitiga bola, sehingga hisab arah kiblatnya tidak sesuai dengan arah kiblat pada saat ini.