Studi analisis pendapat Imam Malik tentang didahulukan anak atas bapak untuk menjadi wali nikah bagi ibu
Faruq, Umar (2008) Studi analisis pendapat Imam Malik tentang didahulukan anak atas bapak untuk menjadi wali nikah bagi ibu. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo Semarang.
2103119_UMAR_FARUQ.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (2MB) | Preview
Abstract
Wali nikah dalam suatu pernikahan merupakan sesuatu yang harus ada, karena bukan saja sebagai orang yang mewalikan nikah saja. Tetapi lebih dari itu, wali merupakan aspek yang mengindikasikan tentang status perempuan dalam masyarakat. Oleh karena itu sudah semestinya seseorang yang menikah tanpa wali, walaupun orang itu sekufu (sama derajatnya), masyarakat memandang kurang terhormat.
Telah sepakat golongan Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah pentingnya keberadaan wali dalam suatu pernikahan, maka setiap nikah didapati dengan tanpa wali atau tanpa adanya pengganti atas kedudukannya (wali) adalah batal hukumnya. Dan itu tidak ada seorang perempuan pun yang dapat melangsungkan akad nikahnya, baik gadis maupun dewasa, kecil, berakal maupun majnunah kecuali ia telah menjadi janda. Maka di sini seorang wali dianggap kurang baik bila kemauannya menikahkan lagi tanpa seijin anaknya yang janda tersebut dan atas ridhanya.
Selain pentingnya keberadaan wali dalam suatu pernikahan, Malikiyah dan Syafi’iyah juga berpendapat bahwa wali merupakan salah satu rukun dari perkawinan, dan tak ada pernikahan kalau tidak ada wali. Oleh sebab itu, pernikahan yang dilakukan dengan tanpa wali hukumnya tidak sah (batal).
Sedangkan strukturalisasi wali atau posisi peringkat yang harus didahulukan untuk menjadi wali terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama’. Perbedaan itu terjadi karena tidak ada nash yang jelas dari al-Qur’an dan hadits. Para ulama’ menarik suatu kesimpulan bahwa urutan rangking yang harus didahulukan dalam masalah perwalian itu diqiyaskan pada tertib urutan ahli waris.
Meskipun fuqaha berselisih tentang urut-urutan wali nasab, Malik berpendapat bahwa perwalian itu didasarkan atas ashabah (dalam warisan) kecuali anak lelaki. Bahkan Malik berpendapat bahwa anak lelaki (meski sampai ke bawah) lebih utama, kemudian ayah sampai ke atas, kemudian saudara-saudara lelaki seayah seibu, kemudian saudara-saudara lelaki seayah saja, kemudian anak lelaki dari saudara-saudara seayah saja, kemudian kakek dari pihak ayah sampai ke atas. Dari sinilah penulis mencoba mencari jawaban atas permasalahan yang dikemukakan oleh imam Malik.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research), oleh karena itu data-data sebagai penunjang penelitian, penulis dapatkan dari buku-buku atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis data kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Dan untuk kepentingan analisis seperti ini peneliti gunakan penalaran dari deduksi ke induksi atau sebaliknya. Hal ini penulis lakukan dengan maksud untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih komprehensif.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Wali nikah; Bapak; Anak; Imam Malik |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Miswan Miswan |
Date Deposited: | 16 Nov 2020 07:35 |
Last Modified: | 27 Jul 2021 02:23 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11742 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year