Beragam perubahan dan perbaikan sistem pendidikan di negeri ini, meskipun belum menunjukkan keberhasilan, perlu tetap diapresiasi. Hal ini bisa dibuktikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai jaminan terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan pada Peraturan Pemeritah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam bab XIV pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 tahun 2005 ditegaskan bahwa: “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”
Menuju pendidikan berkualitas di tingkat internasional tersebut tidak boleh dipandang remeh. Hal ini mengingat Indonesia merupakan bagian dari kehidupan dunia yang mengglobal. Maka selaras dengan tuntutan global itu perlu dipikirkan agar mempunyai pendidikan yang terakreditasi internasional. Dimana mutu lembaga pendidikan harus diakui secara internasional. Pendidikan di Indonesia tidak perlu “malu hati” apalagi bersikap arogan dalam menghadapi kriteria yang digunakan pada tingkat internasional.
Memang menuju sekolah dengan sertifikasi internasional adalah hal yang berat, apalagi mempertahankannya. Hal yang bisa dilakukan adalah memperbaiki sistem yang ada sebaik mungkin., mencoba mengidentifikasi beberapa kendala yang dihadapi, untuk dicarikan alternatif pemecahnnya. Relevan dengan persoalan ini, adalah hal menarik menyimak penelitian yang dilakukan di SMP 2 Semarang ini, dimana perubahan menjadi rintisan sekolah berkelas internasional, ternyata menghadapi banyak kendala. Berbagai kendala itu di antaranya, ekonomi, psikologis, budaya kerja, rekruitmen/ seleksi penerimaan siswa, akademik, penetapan biaya serta tata kelola RSBI.
Meskipun begitu, praktik pembelajaran yang mencakup berbagai komponen seperti; subjek dan objek belajar, strategi, media, maupun evaluasi yang berwawasan global serta mampu bersaing di tingkat internasional telah dipersiapkan dengan baik di SMP ini. Seiring tuntutan globalisasi, peserta didik dan guru sebagai subjek pembelajaran harus memiliki pandangan yang visioner dan kreatif.
Menariknya, kehadiran RSBI SMP Negeri 2 Semarang ini bisa dikatakan telah memainkan peran sebagai lembaga/ sekolah yang memiliki peran konservatif, kreatif dan kritis evaluatif. Peran konservatif terlihat dari upaya menjaga dan mentransmisikan kebudayaan dan tradisi kepada anak didik, berupa pengajaran Bahasa Jawa, Karawitan dan Seni Tari tradisional. Sementara peran kreatif dan kritis, RSBI ini melakukan analisis kurikulum yang berlaku dengan mendesain kurikulum pendidikannya berdasarkan unsur-unsur lapisan sosial, pengelompokan sosial, sistem kelembagaan sosial, serta norma-norma yang sudah terlembaga di masyarakat. Sedangkan peran evaluatif, RSBI ini memainkan peran sebagai kontrol sosial dan menekankan pada unsur-unsur berpikir kritis, dimana nilai-nilai sosial yang dipandang kurang sesuai dengan perkembangan teknologi disesuaikan untuk disiapkan menjadi bentuk pengalaman belajar.