Pemikiran Hasan Hanafi tentang fundamentalisme Islam
Munandar, Aries (2007) Pemikiran Hasan Hanafi tentang fundamentalisme Islam. Undergraduate (S1) thesis, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
4101143_Aries Munandar_Lengkap.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (592kB) | Preview
Abstract
Fundamentalisme Islam, belakangan kembali mencuat dalam wacana pemikiran Islam kontemporer di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, sebagai refleksi atas maraknya peristiwa-peristiwa anarkhisme yang sering dideskripsikan sebagai bentuk kecenderungan baru kalangan agamawan. Munculnya gejala fundamentalisme agama tidak bisa dilepaskan dari reaksi kaum agamawan atas wacana baru yang diusung oleh modernitas. Bahkan terkadang reaksi itu terlampau berlebihan hingga cenderung bersifat anarkhis dan destruktif. Gejala fundamentalisme Islam dan liberalisme Islam memang menjadi topik pembahasan yang menarik untuk diungkap, karena keduanya tidak hanya tampil ke wilayah publik, tetapi juga ke wilayah politik, dengan mengusung ide-ide yang bisa disebut saling bertentangan. Fundamentalisme Islam gencar mengusung jargon kembali ke ajaran murni Islam (al-Qur’an dan Hadits), karenanya isu Syariat Islam dan Khilafah Islamiyah selalu menjadi panji-panji gerakan kaum fundamentalis. Mereka hampir menolak seluruh konsep negara modern seperti demokrasi, civil society, dan HAM. Seementara kalangan liberalisme Islam justru mengkampanyekan dan mengusung ide-ide demokratisasi, kesetaraan gender, civil society, dan HAM.
Memperbincangkan diskursus Fundamentalisme Islam hampir-hampir membawa kita pada perdebatan kata yang penuh “emosi”, apalagi semenjak istilah ini meledak dan begitu ramai diperbincangkan setelah peristiwa tragedi berdarah 11 September 2001 di gedung WTC Pentagon, Amerika Serikat. Istilah ini kemudian identik dengan terorisme dan radikalisme agama. Ya, karena istilah fundamentalisme –dan juga isme-isme yang lain- adalah sebuah kata yang penuh perangkap pola-pola kekuasaan dan penguasaan yang sangat politis, setidaknya pola-pola kekuasaan itu tercermin pada sejarah pemaknaan kata itu sendiri. Apa yang dikonsepsikan oleh Barat ketika mereka terkejut dengan Revolusi Iran di akhir tahun 70-an dengan mencap pemerintah revolusioner Islam pimpinan Ayatullah Khomeini sebagai rezim fundamentalis. Begitu juga ketika diskursus fundamentalisme selalu diposisikan berhadap-hadapan dengan diskursus modernis Islam. Para akademisi orientalis pun tidak lepas dari peran “menguasai makna” tersebut. Sebut saja William Montgomerry Watt dengan karyanya yang berjudul Islamic Fundamentalism and Modernity, yang mengidentikkan istilah fundamentalisme dengan tradisionalisme Islam. Ia menyebutnya, kaum fundamentalisme adalah mereka yang menerima sepenuhnya dan hendak mempertahankan semua pandangan tradisional. Istilah fundamentalisme menjadi benar-benar istilah yang penuh propaganda.
Memperbincangkan fundamentalisme Islam menjadi semakin menarik ketika kita berjumpa dengan sosok Hasan Hanafi. Menarik karena Hasan Hanafi adalah salah satu tokoh pemikir Islam yang memiliki perhatian sangat serius terhadap peradaban dunia, terutama peradaban Islam. Dengan caranya yang khas, Hassan Hanafi memiliki pandangan yang berbeda mengenai Fundamentalisme Islam. Bagi Hassan Hanafi, Fundamentalisme Islam bukanlah ortodoksi, romantisme sejarah, ataupun sikap apriori terhadap modernitas. Juga bukan gerakan ekstrimisme atau ekslusifisme. Bukan juga terlahir dari sebaagai refleksi atas modernisasi sebagaimana digeembar-gemborkan Barat, akan tetapi telah eksis sepanjang sejarah Islam, dan memiliki alaatar historis, sosiologis, psikologis, dan pemikirannya sendiri. Fundamentaalisme Islam justru merupakan sebuah gerakan yang memiliki visi dan misi pembentukan manusia seutuhnya agar mampu menggalang persatuan umat, menjaga identitasnya, dan membela kaum yang lemah. Oleh karenanya, fundamentalisme Islam tidak melulu berkutat pada seruan mendirikan negara Islam, namun terlahir sebagai gerakan pembebasan negeri-negeri muslim dari penjajahan.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengungkap dan memahami secara konprehensip pemikiran Hassan Hanafi tentang fundamentaalisme Islam, dan kemudian mencoba mendialektikan dengan realitas perkembangan dan gerakan pemikiran Islam Indonesia kontemporer. Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan hermeneutika reproduktif yang mensyaratkan adanya empati epistemologis dan empati psikologis. Empati Pendekatan hermeneutika repsoduktif adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk memahami sebuah objek tertentu dengan mempertimbangkan dua aspek dari objek tersebut: Pertama; Empati Psikologis, yakni penulis mentransposisikan dirinya sendiri ke dalam proses kreasi teks (hasil pemikiran sang tokoh), yakni ke dalam perasaan-perasaan pengarang, kemudian melukiskan seutuhnya hasil transposisi itu. Hasilnya adalah potret kondisi psikologis pengarang dalam konteks sejarah tertentu. Kedua; Empati Epistemologis, yakni penulis memahami makna simbol-simbol yang dihasilkan pengarang dan sedekat mungkin memahami sesuai dengan intensi penghasilnya. Yang diempati disini adalah dunia mental yang mendasai karya-karya itu, seperti semangat zaman, tema-tema kolektif, dan warna pemikiran tokoh. Semua ini bertujuan untuk aktualisasi teks hostoris ke dalam kekinian. Selanjutnya, sebagai langkah terakhir, penelitian ini juga akan melihat fenomena gerakan pemikiran Islam kontemporer di Indonesia. Dengan kata lain, pemikiran Hassan Hanafi tentang fundamentalisme Islam akan dicoba didialektikan secara kontekstual dengan realitas gerakan pemikiran Islam kontemporer di Indonesia.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Pemikiran; Hasan Hanafi; Fundamentalisme Islam |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.01 Philosophy and Theory of Islam 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.26 Islam and secular disciplines > 297.261 Islam and philosophy |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin dan Humaniora > 76237 - Aqidah Filsafat Islam |
Depositing User: | Ana Afida |
Date Deposited: | 09 Dec 2020 23:07 |
Last Modified: | 16 Jul 2021 07:26 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11969 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year