Nafkah atas istri yang ditalak ba’in dalam keadaan tidak hamil: studi komparatif pendapat ulama Hanafiyah dan ulama Hanabilah

Mahudin, Mahudin (2007) Nafkah atas istri yang ditalak ba’in dalam keadaan tidak hamil: studi komparatif pendapat ulama Hanafiyah dan ulama Hanabilah. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo.

[thumbnail of 2102216_Mahudin.pdf]
Preview
Text
2102216_Mahudin.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (2MB) | Preview

Abstract

ABSTRAK

Pada dasarnya kehidupan perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa cinta dan kasih sayang, saling mencintai, menghasilkan keturunan serta hidup dalam kedamaian dan kesentosaan sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk dari Rasul-Nya. Masing-masing suami istri memainkan peran pentingnya untuk saling mengisi, antara keduanya ada hak dan kewajiban yang sifatnya timbal balik, salah satunya adalah nafkah baik dhahir atau batini. Suami berkewajiban menafkahi, sebaliknya istri mentaati, maka tidak seyogyalah sang istri nusyuz terhadap sang suami. Tanggung jawab nafkah pada suami tak hanya sewaktu dia masih menjadi istri sahnya dan terhadap anak-anak yang dilahirkan si istri, tetapi suamipun tetap wajib menafkahinya bahkan pada saat perceraian. Ada beberapa orang egois yang mungkin salah memperlakukan istrinya dan menyengsarakan hidupnya selama masa iddahnya, setelah menjatuhkan talak raj’i hal ini terlarang, suami tetap harus menafkahinya sebagaimana yang disediakan untuk dirinya sendiri, sesuai dengan standar hidup si suami. Dalam situasi ini masih ada harapan untuk berdamai, dan kalaupun tidak maka perpisahan itu harus dilakukan secara terhormat. Sedangkan bila istri tengah hamil, al-Qur’anul Karim membebankan sampai tanggung jawab tambahan. Perceraian sama sekali tidak diperkenankan sampai anak yang dikandungnya lahir. Dengan demikian, dia harus dinafkahi sepatutnya. Dalam hal ini, para ulama sependapat bahwa istri yang sedang dalam masaa iddah setelah terjadi talak raj’i masih berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal. Demikian juga istri yang ditalak ba’in dalam keadaan tidak hamil. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai wanita yang ditalak ba’in dalam keadaan tidak hamil. Ulama Hanafiyah (Imam Hanafi) berpendapat bahwa ia berhak mendapat tempat tinggal beserta nafkah. Ini juga pendapat Umar bin Khattab ra., Umar bin Abdul Aziz, Sufyan ats-Tsauri dan lain-lain. Imam Hambali berpendapat bahwa ia tidak berhak apa-apa baik nafkah maupun tempat tinggal. Ini juga pendapat Daud adz-Dzahiri, Abu Tsaur dan satu jama’ah. Imam Malik dan Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa ia hanya berhak tempat tinggal, tetapi tidak berhak nafkah. Ada juga sebagian ulama berpendapat bahwa ia berhak nafkah, tetapi tidak berhak atas tempat tinggal.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Fatwa Ulama; fatawa; Ulama Hanafiyah; Ulama Hanabilah
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.29 Apologetics and polemics
200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.29 Apologetics and polemics > 297.298 Polemics againts materialists
200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.8 Islamic sects > 297.81 Sunnities
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah)
Depositing User: Umar Falahul Alam
Date Deposited: 10 Dec 2020 04:03
Last Modified: 10 Dec 2020 04:03
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/11999

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics