Tinjauan hukum Islam terhadap praktek pertunangan: studi kasus di Desa Banyuputih Kecamatan Limpung Kabupaten Batang
Widarti, Widarti (2007) Tinjauan hukum Islam terhadap praktek pertunangan: studi kasus di Desa Banyuputih Kecamatan Limpung Kabupaten Batang. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo.
2102285_Widarti.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (1MB) | Preview
Abstract
ABSTRAK
Khitbah merupakan pendahuluan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, sebagai langkah awal sebelum keduanya melangsungkan pernikahan. Apabila seorang laki-laki melamar seorang wanita atau kepada walinya dan disetujui, maka antara laki-laki dan perempuan tersebut terjadi ikatan janji akan kawin. Masa ikatan inilah yang biasanya disebut dengan masa pertunangan. Dengan adanya pertunangan diharapkan antara kedua belah pihak dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya. Pertunangan dilihat dari kedudukannya dalam lamaran adat Jawa di Desa Banyuputih Kecamatan Limpung Kabupaten Batang adalah sebagai sarana diterimanya suatu lamaran dalam masyarakat, karena dalam pertunangan mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan dalam suatu pernikahan. Praktek pertunangan di Desa Banyuputih masih memegang tradisi atau kebiasaan masyarakat setempat. Dalam masyarakat Desa Banyuputih, terdapat dua pandangan tentang status setelah terjadinya pertunangan. Bagi masyarakat awam pada umumnya yang memandang telah ada jaminan antara seorang laki-laki dan perempuan yang telah bertunangan menjadi suami istri, sehingga membolehkan pergaulan yang lebih bebas antara keduanya. Sedangkan tokoh agama Desa Banyuputih memandang pertunangan hanya janji untuk menikah dan belum membawa konsekuensi apapun, terutama terhadap hubungan antara laki-laki dan perempuan yang sudah bertunangan. Sehingga antara peminang dan terpinang tidak boleh bergaul secara bebas karena keduanya tetaplah bukan muhrim. Berkaitan dengan proses pertunangan atau lamaran dalam masyarakat Desa Banyuputih berdasarkan fungsi dan kedudukannya masih bisa dipertahankan dan dilaksanakan oleh masyarakat. Selama tidak merugikan salah satu atau kedua pihak dan tidak melanggar syara’ maka hukumnya adalah mubah (boleh). Adapun mengenai pandangan bahwa telah ada jaminan antara seorang laki-laki dan perempuan yang telah bertunangan menjadi suami istri, sehingga membolehkan pergaulan yang lebih bebas antara keduanya, dapat mengarah pada rusaknya tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya. Pertunangan pada prinsipnya belum berakibat hukum, maka di antara yang telah bertunangan tidak diperbolehkan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat dalam hubungan antar lawan jenis. Sehingga dengan adanya suatu larangan dari berbagai kaidah yang menunjukkan akan menimbulkan permasalahan tentang pergaulan bebas setelah pertunangan, maka pergaulan bebas setelah pertunangan tidak diperbolehkan.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Pernikahan; Perkawinan Dalam Islam; Hukum Keluarga |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law > 346 Private law 300 Social sciences > 360 Social services; association > 363 Other social problems and services |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Umar Falahul Alam |
Date Deposited: | 10 Dec 2020 08:07 |
Last Modified: | 10 Dec 2020 08:07 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/12038 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year