Waktu shalat subuh menurut Tono Saksono
Furziah, Furziah (2019) Waktu shalat subuh menurut Tono Saksono. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
TESIS_1500028002_FURZIAH.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (2MB) | Preview
Abstract
Waktu shalat ditentukan oleh pergerakan bumi mengitari matahari dan perputaran bumi pada porosnya, dalam astronomi diterjemahkan menjadi perhitungan ketinggian (posisi) Matahari. Di Indonesia bulanyak ahli falak yang menentukan kriteria ketinggian Matahari awal waktu subuh, ketingginnya bervariatif antara -18° sampai -20. Departeman agama Republik Indonesia (RI) menggunakan ijtihad -20°. Akhir-akhir ini diskursus awal waktu shalat kembali mencuat, hal ini dikarenakan Tono Saksono menyatakan bahwa subuh di Indonesia terlalu awal (-20°), seharusnya subuh terjadi pada saat (posisi) Matahari ada pada dip -13,4°. Implikasinya terdapat perbedaan dalam memulai awal waktu subuh antara Tono Saksono dan Kementerian agama RI. Berdasarkan problem akademik tersebut maka permasalahan kajian ini adalah bagaimana metode penentuan awal waktu shalat subuh Tono Saksono dan bagaimana waktu subuh Tono Saksono perspektif fiqh dan astronomi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan lingkup kajian kepustakaan (library research), yang bersumber dari hasil wawancara dan dokumen, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Hasil temuan penelitian ini adalah dalam mendeteksi hadirnya waktu fajar sebagai tanda awal waktu subuh, Tono Sakosono melakukan pengamatan menggunakan dua jenis Instrument yaitu Sky Quality Meter (SQM) dan alat all sky camera (ASC). Selanjutnya mengembulangkan beberapa algoritma untuk pemerosesan data yang telah diperoleh. Hasilnya tidak ada satupun fakta saintifik yang mengindikasikan fajar muncul pada DIP -20°, semuanya mengerucut dan stabil pada angka 13.4° dengan a-posteriori (σ = 1,64° ). Berdasarkan paradigma fiqh shalat Subuh dimulai saat terbitnya fajar shadiq, apabila mengambil posisi matahari -13.06° dalam kondisi seperti di Indonesia, berarti hari telah mulai terang. Jika ini yang terjadi, maka untuk salat Subuh relatif tidak bermasalah karena ada pilihan waktu. Berdasarkan landasan astronomis awal waktu subuh terjadi ketika atmosfer atas Bumi memecah dan memantulkan sinar Matahari yang menerangi atmosfer yang lebih rendah. Memulai waktu subuh dengan Posisi matahari -13.06° secara astronomis tergolong fajar astronomi yang mempunyai sudut elevasi Matahari antara -18° sampai -12°, ditandai dengan mulai meredupnya bintang-bintang di ufuk timur.
ABSTRACT:
Prayer times are determined by the movement of the earth around the sun and the rotation of the earth on its axis, in astronomy translated into the calculation of the height (position) of the Sun. In Indonesia, many astronomers determine the criteria for solar altitude at dawn, with elevations ranging from -18 ° to -20. The Ministry of Religion of the Republic of Indonesia (RI) uses ijtihad -20 °. Lately the initial discourse of prayer time has re-emerged, this is because Tono Saksono stated that dawn in Indonesia is too early (-20 °), dawn should occur at the time (position) of the Sun at dip -13.4 °. The implication is that there are differences in starting the dawn time between Tono Saksono and the Indonesian Ministry of Religion. Based on the academic problems, the problem of this study is how the method of determining the beginning of the dawn prayer time of Tono Saksono and how at dawn Tono Saksono is a fiqh and astronomy perspective.
This research is a qualitative research with ascopelibrary research, which is derived from the results of interviews and documents, data collection is done by interviews and documentation. Furthermore, the data obtained were analyzed descriptively.
The findings of this study are in detecting the presence of dawn as a sign of the beginning of dawn, Tono Sakosono made observations using two types of instruments, namely Sky Quality Meter (SQM) and all sky camera (ASC). Then develop several algorithms for processing data that has been obtained. The result is that there is no scientific fact that indicates dawn appears at DIP-20 °, all cone and stable at 13. 06 ° with the a-posteriori (σ = 1.64 °). Based on the fiqh paradigm the Fajr prayer begins at the dawn of the dawn, when it takes the position of the sun -13.06 ° in conditions like in Indonesia, it means that the day has begun to light. If this happens, then for Fajr prayer there is relatively no problem because there is a choice of time. Based on the initial astronomical foundation, dawn time occurs when the Earth's upper atmosphere breaks down and reflects sunlight which illuminates the lower atmosphere. Starting at dawn with the sun position -13.06° astronomically classified as an astronomical dawn which has a sun elevation angle between -18 ° to -12 °, marked by the fading of the stars in the eastern horizon.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Waktu shalat subuh; Tono Saksono; Hisab; Ilmu Falak |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.26 Islam and secular disciplines > 297.265 Islam and natural science (Incl. Islamic Astronomy/Ilmu Falak) 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.3 Islamic Worship / Ibadah > 297.38 Rites, prayer |
Divisions: | Program Pascasarjana > Program Master (S2) > 50102 - Ilmu Falak (S2) |
Depositing User: | Miswan Miswan |
Date Deposited: | 15 Feb 2021 08:24 |
Last Modified: | 21 May 2021 06:13 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/12121 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year