Sewa menyewa tanah yang dilakukan di Desa Panggisari adalah sewa-menyewa menggunakan tanah bengkok yang disewakan kepada pengrajin batu-bata yang digunakan untuk pembuatan batu bata dan dambil material tanahnya. Pada awal perjanjian sewa-menyewa terdapat dua akad dalam sewa menyewa. Akad yang pertama, yaitu sewa-menyewa tanah bengkok untuk pelataran, tempat pembakaran dan tempat pembuatan batu bata. Akad yang kedua, adalah sewa-menyewa tanah bengkok untuk pembuatan batu bata yang diambil material tanahnya. Apabila perjanjian sewa menyewa sudah selesai, perbaikan atas keruskan tanah ditanggung oleh pemilik tanah bengkok. Berdasarkan fakta tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Dari latar belakang diatas, ada beberapa permasalahan yang dirumuskan yaitu pertama, bagaimna praktik sewa menyewa tanah bengkok untuk pembuatan batu bata di Desa Panggisari Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. Kedua, Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap Sewa Menyewa Tanah untuk Pembuata Batu Bata yang dilakukan di Desa Panggisari Kecamatan Mandraja Kabupaten Banjarnegra.
Jenis penelitan ini adalah penelitian hukum empiris. Menggunakan sumber data primer berupa hasil wawancara dengan perangkat desa dan pengrajin batu bata. sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, jurnal dan karya tulisan lain yang berhubungan dengan isi penelitian. Kemudian data tersebut dianalisis menggunakan pendekatan deskriptif analisis.
Hasil penelitian menyimpulkan Pertama, praktik sewa menyewa diawali dengan perangkat desa yang menawarkan tanah bengkoknya untuk disewa oleh pengrajin batu bata lalu perangkat desa dan pengrajin batu bata membuat kesepakatan mengenai akad yang digunakan dan mengenai harga sewa. Proses sewa-menyewa menggunakan dua akad sewa yaitu: pertama, sewa menyewa tanah
xv
bengkok yang digunakan untuk pelataran, tempat pembakaran, dan tempat pembuatan batu bata. kedua, sewa menyewa tanah bengkok yang diambil material tanahnya dan tidak adak kesepakatan mengenai kedalaman tanah yang diambil selama pengrajin batu bata tidak menggunakan alat untuk mengambil material tanah. Setelah terjadi kespakatan antara perangkat desa dan pengrajin batu bata, pengrajin batu bata bisa menggunakan tanah bengkok tersebut selama satu tahun. Setelah masa sewa-menyewa selesai kerusakan tanah ditanggung oleh pemilik tanah bengkok (peragkat desa). Kedua, sewa-menyewa tanah bengkok yang digunakan untuk pembuatan batu bata di Desa Panggisari menurut hukum Islam adalah tidak sah. Salah satu syarat sewa-menyewa tidak terpenuhi, yaitu objek sewa-menyewa berkurang barangnya/rusak. Tentunya hal tersebut tidak sesuai syariat Islam dimana sewa-menyewa hanya sebatas jual beli manfaat dan bukan jual beli barang, dan ada tidak ketidak konsistenan antara akad dan pelaksanaan sewa-menyewa.
Kata kunci: sewa-menyewa, tanah bengkok.