Status hukum meminang dengan cara ta’rīḍ dalam iddah talak ba’in : studi analisis pendapat Imām al-Kasānī
Sakinah, Sakinah (2021) Status hukum meminang dengan cara ta’rīḍ dalam iddah talak ba’in : studi analisis pendapat Imām al-Kasānī. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.
1402016128_Sakinah_ Lengkap Tugas Akhir - Sakinah Ina.pdf
Download (1MB)
Abstract
Perceraian di dalam hukum Islam atau fikih munakahat salah satunya dikenal dengan
istilah talak. Talak merupakan perceraian yang inisiatifnya berasal dari suami, bahkan Islam
telah mengatur konstruksi konseptual perceraian berikut akibat hukum yang ditimbulkannya di
dalam nas al-Qur’an dan nas hadis dengan prinsip-prinsip keadilan dan penuh cinta kasih. Salah
satu akibat hukum yang ditimbulkan dari perceraian ini yaitu adalah “iddah” (bagi yang telah di
dukhul). Persoalannya, bagaimana status hukum melamar seorang janda dengan cara ta’rīḍ atau
sindiran dalam iddah talak ba’in ?,. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat, minoritas ulama yang
diwakili oleh Imām Al-Kasānī mengatakan bahwa hukumnya haram.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok rumusan masalahnya adalah ; 1.
Mengapa Imām Al-Kāsānī melarang meminang dengan cara ta’rīḍ dalam iddah talak ba’in ?, 2.
Bagaimana relevansi pendapat Imām Al-Kāsānī dengan hukum Islam di Indonesia ?
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dimana data yang
dipergunakan diperoleh dari sumber sekunder maupun sumber data pelengkap lainnya. Sumber
data sekunder yaitu kitab “Badāi’ al-Ṣanāi’ karya Imām Al-Kāsānī. Sedangkan sumber data
pelengkap lainnya yaitu dari kitab-kitab fikih, buku-buku, kamus yang terkait dengan tema
penelitian dan lain sebagainya. Kemudian metode analisis yang peneliti gunakan yaitu metode
deskriftif kualitatif dengan menggunakan logika deduktif dan induktif dengan mengacu pada
kerangka teori.
Hasil dari penelitian ini yaitu, 1. Menurut Imām al-Kāsānī meminang dengan cara
sindiran atau ta’rīḍ dalam iddah talak ba’in, baik sughrā maupun kubrā tidak diperbolehkan atau
haram. Pendapatnya tersebut didasarkan atas beberapa alasan, Pertama berdasarkan logika
berfikir induktif (berfikir sintetik), yaitu; 1). Karena mantan suami masih memiliki kesempatan
untuk menjalin hubungan kembali dengan akad nikah baru sebelum selesai masa iddahnya, 2).
Apabila diperbolehkan, maka hal itu akan menyakiti hati si lelaki (mantan suaminya), 3.
Diharamkam meminang dengan cara sindiran ini agar si perempuan tidak berbohong bahwa
dirinya telah usai masa iddahnya, dan ke 4. Dengan alasan agar si lelaki yang hendak meminang nya tidak dituduh bahwa dia merupakan sebab keretakan rumah tangganya. Kedua, berdasarkan
argumentasi dalil naql yang bersumber dari al-Qur’án surah al-Baqarah ayat 235, 2. Pendapatnya
tersebut relevan dengan konteks hukum Islam di Indoneisa, sebab pada Pasal 119 dijelaskan
“Talak ba’in sughrā adalah talak ba’in yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru
dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah”. Tetapi, pada talak ba’in kubrā tidak relevan,
sebab pada Pasal 120 dijelaskan “Talak ba’in kubrā adalah talak yang terjadi untuk ketiga
kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila
pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi
perceraian ba’da dukhul dan habis masa iddahnya”.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Meminang; ta’rīḍ; iddah ba’in; Imām Al-Kāsānī |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Bahrul Ulumi |
Date Deposited: | 06 Nov 2021 04:22 |
Last Modified: | 06 Nov 2021 04:22 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13611 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year