Analisis pendapat Imam Ja’far Shādiq tentang sanksi rajam terhadap pelaku perkosaan dan relevansinya dengan hukum pidana di Indonesia
Dwiyanti, Vika Inggar (2020) Analisis pendapat Imam Ja’far Shādiq tentang sanksi rajam terhadap pelaku perkosaan dan relevansinya dengan hukum pidana di Indonesia. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.
1402026124_VIKA INGGAR DWIYANTI_Full Skripsi - Inggar Vika.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (1MB)
Abstract
Perkosaan merupakan salah satu dari sekian banyak pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi, sehingga tidak ada alasan yang dapat membenarkannya, baik dilihat dari perspektif etika dan agama. Hukuman bagi pelaku perkosaan menurut fuqahā berbeda-beda. Imam Ja’far Shādiq dalam kitab Fiqh Imam Ja’far Shādiq berpendapat “Barang siapa memaksa seorang wanita untuk melakukan zina, maka ia wajib dibunuh, baik muhsan (telah beristri) atau tidak. Pendapat tersebut nampak problem yang dapat penulis simpulkan, bahwa hukuman bagi pelaku perkosaan diberikan untuk hak Allah dan hak adami, dan dibedakan pula bagi muḥsan maupun ghairu muḥsan, karena konsekuensi sudah menikah dan belum menikah tentunya beda. Dari permasalahan tersebut, fokus penelitian ini akan menjawab permasalan sebagai berikut: 1) Bagaimana pendapat dan Istinbath Imam Ja’far Shādiq tentang sanksi rajam terhadap pelaku perkosaaan? 2) Bagaimana relevansi pendapat Imam Ja’far Shādiq tentang sanksi rajam terhadap pelaku perkosaaan dengan hukum pidana di Indonesia?
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan hukum normatif, dimana data yang digunakan diperoleh dari sumber data sekunder dengan bahan hukum primer yaitu kitab Fiqh Imam Ja’far Shādiq. Adapun bahan hukum pelengkap yaitu data yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian skripsi ini. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumentasi. Dan analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Hasil temuan dari penelitian ini adalah 1) Bahwa menurut Imam Ja’far Shādiq, sanksi pidana bagi pelaku perkosaan adalah hukuman bunuh, baik muḥsan maupun ghairu muḥsan. Pendapat Imam Ja’far Shādiq tersebut bersandar pada perkataan ayahnya yaitu Imam al-Baqir. Madzhab ja’fari menganggap ahlul bait sebagai al-Qur’an an-natiq (al-Qur’an yang berbicara). Jadi setiap permasalahan hukum, mereka sangat kuat perpegang pada ahlul bait. 2) Adapun relevansi pendapat Imam Ja’far Shādiq tentang sanksi pidana bagi pelaku perkosaan, yakni hukuman bunuh, baik yang sudah menikah maupun belum menikah, apabila diterapkan di Indonesia, menurut penulis adalah relevan, dengan syarat pelaksanaan perkosaan benar-benar dengan paksaan, bukan tipu muslihat, terlebih terhadap korban anak dibawah umur haruslah diperbera, serta terhaap tindak pidana perkosaan dengan cara tragis. Hal ini dikarenakanp; pertama, tindak pidana perkosaan di Indonesia sudah sangat banyak. Baik pelakunya adalah dewasa maupun anak dibawah umur. Kedua, tindak pidana perkosaan merupakan tindak pidana serius. Karena akibat yang ditimbulkan sangat merugikan bagi korban. Ketiga, peristiwa perkosaan sering dilakukan dengan cara tragis. Jadi dengan adanya hukuman bunuh, akan lebih menjaga peradaban manusia.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Imam Ja’far Shādiq; perkosaan, hukuman bunuh. |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74231 - Hukum Pidana Islam |
Depositing User: | Bahrul Ulumi |
Date Deposited: | 03 Dec 2021 07:59 |
Last Modified: | 03 Dec 2021 07:59 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14147 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year