Analisis pendapat Ibn Qudāmah tentang hukuman kejahatan magis (santet) dan relevansinya dengan hukum pidana di Indonesia

Istighosah, Sharah (2020) Analisis pendapat Ibn Qudāmah tentang hukuman kejahatan magis (santet) dan relevansinya dengan hukum pidana di Indonesia. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.

[thumbnail of SKRIPSI_1502026024_Sharah_Istighosah] Text (SKRIPSI_1502026024_Sharah_Istighosah)
1502026024_SHARAH ISTIGHOSAH_TUGAS AKHIR - Sharah Istighosah(1).pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (3MB)

Abstract

Ilmu hitam seperti santet, pelet, teluh, guna-guna, dan sejenisnya merupakan sebuah fenomena dari sebuah kejahatan yang bersifat magis. Efek buruk yang ditimbulkannya-pun beragam- terhadap kesehatan, kedudukan, jabatan, usaha dan bahkan pada “kematian”. Lantas bagaimana Islam memandang tindakan kejahatan santet ini ?
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana pendapat dan istinbāṭ hukum Ibn Qudāmah tentang hukuman kejahatan magis ?; 2. Bagaimana relevansi pendapat Ibn Qudāmah tentang sanksi hukum kejahatan magis dengan hukum pidana di Indonesia ?
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber sekunder maupun sumber data pelengkap lainnya. Sumber data sekunder yaitu kitab al-Mughnī karya Ibn Qudāmah dan RKUHP Santet. Sumber data pelengkap lainnya yaitu data yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini, yaitu kitab-kitab fikih maupun buku-buku dan lain sebagainya yang terkait dengan tema penelitian.
Hasil penelitian ini menyimpulkan, 1. Menurut Ibn Qudāmah, bahwasannya sanksi hukum bagi penyantet yang telah memakan korban hingga meninggal dunia, yaitu diqiṣāṣ (hukuman yang sesuai dengan tindakan kriminal pelaku); nyawa (membunuh) dibalas dengan nyawa (dibunuh), anggota badan dengan anggota badan yang sama. Sedangkan apabila korbannya tidak sampai meninggal dunia, adalah diyat atau ganti rugi berupa 100 (seratus) ekor unta dan dapat diganti dengan sesuatu yang senilai dengannya. Sanksi hukum sebagaimana tersebut didasarkan atas metode kiyas atau analogi hukum. Dalam konsepsinya, analogi setidaknya memuat empat unsur, yaitu; Pertama, adanya perkara primer atau pokok yang telah diatur dalam nas, yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan menyerupai sengaja, kedua, adanya perkara sekunder, yaitu pembunuhan dan penganiayaan akibat kejahatan magis atau santet, ketiga, hukum primer (pembunuhan sengaja dan pembunuhan menyerupai sengaja), yaitu diqiṣāṣ dan diyat, dan keempat, sebab atau alasan, yaitu “jarīmah- kejahatan atau kriminal” dan atau “kemaslahatan”. 2. Pendapatnya tersebut tidak memiliki relevansi dengan hukum pidana di Indonesia, karena dalam RKUHP 2013, Pasal 293 disebutkan bahwa : 1). Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental dan fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp. 7.500.000,00).

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Hukuman; Santet; Ibn Qudāmah
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74231 - Hukum Pidana Islam
Depositing User: Bahrul Ulumi
Date Deposited: 04 Dec 2021 07:23
Last Modified: 04 Dec 2021 07:23
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14236

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics