Praktik zakat fitrah pada umumnya dikelola oleh panitia zakat (amil) dari penerimaan sampai pendistribusiannya. Panitia zakat biasanya menarik beras zakat fitrah dari muzakki, setelah beras terkumpul panitia zakat kemudian membagikan beras zakat fitrah tersebut kepada mustahik. Akan tetapi praktik yang terjadi di Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes berbeda dari umumnya, yaitu beras zakat yang dikumpulkan muzaki kepada panitia zakat secara langsung sebagian beras tersebut akan di kembalikan kepada muzaki yang bersangkutan, dengan alasan rata-rata masyarakat di desa Benda (yang notabenya sebagai muzaki) dianggap sebagai mustahik zakat fitrah. Praktik di diatas, masyarakat di Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes menyebutnya dengan istilah zakat balen. Dasar hukum masyarakat melakukan praktik diatas (zakat balen) adalah urf atau adat yang sudah berlangsung sejak lama.
Dari latar belakang di atas, penyusun tertarik untuk melakukan penelitan mengenai bagaimana praktik dan tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan zakat fitrah di desa Benda kecamatan Sirampog kabupaten Brebes. Dalam mengkaji permasalahan ini, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (fields research) dengan penghimpunan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif analitis. Yaitu penyusun menganalisa data yang sudah terkumpul untuk mengetahui hukum praktik zakat balen dari perspektif hukum Islam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktik zakat balen dan tinjuan hukum Islam terhadap praktik zakat balen dalam pelaksanaan zakat fitrah di Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes.
Hasil dari penelitian ini yaitu, zakat balen adalah praktik pengembalian sebagian beras kepada muzaki oleh panitia zakat. Jadi setiap muzaki yang membayar zakat fitrah kepada panitia zakat akan mendapatkan beras kembalian dari panita zakat dengan alasan muzaki juga sebagai mustahik. Secara hukum Islam praktik zakat balen di desa Benda merupakan pembagian yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam dari nash, praktik yang berdasarkan dari “urf ” tersebut, sudah tidak sesuai konteksnya pada zaman sekarang, karena pandangan amil terhadap masyarakat sebagai mustahik secara merata sudah tidak bisa diterapkan pada zaman sekarang sebab sudah ada perkembangan ekonomi dalam masyarakat setempat. Dengan kata lain ada sebagian masyarakat yang sudah tidak bisa digolongkan sebagai mustahik seperti zaman dulu (zaman di mana praktik ini muncul).