Kebutuhan masyarakat dalam kehidupannya selalu bertambah setiap harinya, tidak terkecuali masyarakat Desa Kalikondang Kecamatan Demak Kabupaten Demak yang mayoritas adalah pekerja buruh pabrik dan wirausaha. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari hari dengan gaji yang mereka miliki perbulan sebesar UMR maka terkadang harus menggunakan cara lain untuk mensiasati agar bisa bertahan sampai sebulan penuh. Gadai menjadi salah satu solusi yang dipilih oleh mereka karena selain syarat begitu mudah prosesnya pun sangat cepat. Dalam praktik gadai yang terjadi di Desa Kalikondang terdapat beberapa hal yang menurut penulis aturannya tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti potongan awal sebesar 10% dari besaran uang gadai dan denda 10% kembali ketika rahin tidak mampu melunasi piutang gadainya dalam tempo 1 bulan walau dari awal akad tidak disebutkan poin tersebut, dan hal itu secara otomatis harus disetujui oleh rahin dengan berat hati sehingga selain terindikasi adanya riba juga menghilangkan aspek tolong menolong dalam praktik gadai tersebut. Oleh karena itu perlu analisis lebih mendalam lagi tentang akad dalam gadai tersebut dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan menggunakan fakta fakta berjalannya hukum syariah yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat yang diambil dari perilaku manusia. Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, serta data sekunder yang diperoleh dari jurnal, buku, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25 tahun 2002 tentang rahn.
Hasil penelitaian ini adalah pertama, menurut hukum positif terhadap akad potongan awal 10% dan denda tambahan dalam praktik gadai di masyarakat Desa Kalikondang merupakan praktik gadai yang ilegal karena tidak terdaftar . Dalam penentuan potongan awal 10% dalam peraturan OJK tidak membahasnya secara detail, menjadikan penentuannya boleh disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan dalam masalah denda tambahan yang ditanggung nasabah jika tidak mampu melunasi tepat waktu, seharusnya ada perjanjian tertulis atau secara lisan sebelumnya untuk mengetahui lama tempo pembayaran sehingga resiko denda diganti pelelangan barang gadai nasabah oleh penerima gadai. Kedua, menurut hukum Islam praktik gadai tersebut dalam aspek syarat dan rukun terdapat banyak kecacatan. Mulai dari tidak dicatatkannya seluruh perjanjian ditambah pelafadzan akad perjanjian tidak menyeluruh yang bisa saja membuat kerugian salah satu pihak. Dalam praktik potongan awal 10% yang merupakan biaya administrasi di perbolehkan oleh hukum Islam karena merupakan biaya perawatan dan penyimpanan barang, Tetapi besaran biaya tidak boleh berdasarkan besaran nilai pinjaman. dilihat dari aspek denda tambahan 10% dapat diidentifikasikan menjadi riba nasiah karena merupakan tambahan yang berasal dari penangguhan.