Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara. Dalam lingkungan sekolah anak juga memiliki hak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-teman di dalam sekolah yang bersangkutan atau lembaga pendidikan lainnya. Pada Pasal 54 undang-undang No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak mengamanatkan bahwa, (1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan atau Masyarakat.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu. Bagaimana bentuk kekerasan anak di lingkungan SMAN 1 dan SMAN 5 Semarang. Bagaimana upaya perlindungan hukum yang diberikan pihak SMAN 1 dan SMAN 5 Semarang terhadap anak yang mengalami kekerasan.
Jenis Penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif lapangan (field research), yaitu jenis penelitian yang menggambarkan secara kualitatif mengenai objek yang dibicarakan sesuai kenyataan yang terdapat di lapangan. dan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif tentang persoalan-persoalan yang menyangkut tentang sinkronisasi Peraturan yang dikeluarkan dari sekolah tentang perlindungan hukum terhadap kekerasan anak atau peraturan yang dibuat dalam bentuk buku tata tertib peserta didik dengan peraturan per undang-undangan No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, penulis menggunakan metode pengumpulan data yaitu: wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kekerasan yang terjadi di SMAN 1 dan SMAN 5 Semarang, baik SMAN 1 Semarang kekerasan yang terjadi kekerasan fisik atau non fisik diantaranya pemukulan, penamparan, penendangan, perkelahian, menggunjing-gunjing, penghinaan dengan kata-kata kasar, pengancaman, dan pengucilan. Sedangkan bentuk kekerasan yang terjadi di SMAN 5 Semarang baik fisik atau non fisik diantaranya perkelahian pengejekan siber bullying perpeloncoan dan persekusi, yang diatur pada pasal 76A dan 76C Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Dan bentuk kekerasan yang terjadi dari kedua sekolah tersebut masih tergolong ringan, Dan kedua sekolah tersebut telah memberikan perlindungan hukum baik secara preventif/ pencegahan sebelum terjadinya kekerasan seperti memberikan materi anti kekerasan, mengadakan seminar bullying, dan sebagainya. Sedangkan perlindungan secara represif/ penyelesaian sesudah terjadi nya kekerasan. kedua sekolah tersebut lebih mengutamakan pemberian perlindungan hukum dalam bentuk sanksi secara akademik, seperti pemberian poin, pembinaan terhadap pelaku maupun korban, memediasi murid yang bersangkutan, pemanggilan orang tua, hingga pengembalian kepada orangtua wali dan pengunduran diri