Pada awalnya sumbangan sinoman bersyarat di desa Nolokerto merupakan akad tolong menolong dalam meringankan biaya hajatan. Namun dalam pelaksanaannya, tidak sedikit anggota yang menjadikan sumbangan sebagai sebuah investasi masa depan. Tidak hanya itu, ketika pada saat pengembalian barang sumbangan terkadang pula terdapat beberapa ketidak sesuaian, baik itu dari sisi kualitas barang maupun dari sisi harga barang. Oleh karena itu perlu ditinjau lebih mendalam lagi terkait bagaimana pelaksanaan praktik sumbangan sinoman bersyarat, bagaimana pendapat para tokoh ulama kecamatan Kaliwungu terhadap praktik sumbangan sinoman bersyarat, serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik arisan sinoman bersyarat tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan atau di dalam masyarakat, yang berarti bahwa datanya diambil atau didapat dari lapangan atau masyarakat. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Data diperoleh dari masyarakat desa Nolokerto yang melakukan sumbangan sinoman dan tokoh ulama kecamatan Kaliwungu, kemudian data dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, sumbangan sinoman bersyarat merupakan sebuah tradisi tolong menolong guna keperluan untuk menggelar hajatan yang dilakukan oleh masyarakat desa Nolokerto. Dalam pelaksanaan nya sebelum hajatan digelar, anggota sumbangan menawarkan diri kepada pemilik hajatan ataupun sebaliknya, kedua belah pihak tersebut saling berunding apakah pemilik hajatan bersedia untuk dititipi bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menggelar hajatan. Apabila pemilik hajatan bersedia, maka barang sumbangan diserahkan h-7 sebelum hajatan digelar. Kedua, berdasarkan pandangan beberapa tokoh ulama kecamatan Kaliwungu, sebagian dari mereka ada yang memperbolehkan dan ada pula yang tidak memperbolehkan. Alasan dari mereka memperbolehkan karena tidak adanya aturan khusus mengenai ketidak bolehan melakukan kegiatan tersebut. Di sisi lain dalam masalah tradisi dan muamalah, syariat mengaturnya dengan baik. Tidak ada yang dilarang kecuali yang diharamkan oleh Allah yaitu apabila menimbulkan kemadharatan dan menyebabkan kerusakan. Terlebih ketika para pihak sudah ikhlas dan saling ridha, maka sumbangan sinoman diperbolehkan. Ketiga, dalam pandangan hukum Islam, praktik sumbangan sinoman tersebut tidak memenuhi syarat dan rukun qardh ataupun wadi’ah. Apabila diterapkan menggunakan akad qardh, maka syarat sighat dalam arisan Sinoman tidak terpenuhi, begitupula apabila diterapkan menggunakan akad wadi’ah, maka syarat barang titipan dalam sumbangan sinoman pun tidak terpenuhi. Jadi, sumbangan sinoman ini lebih tepat disebut sebagai bentuk urf, sebab kegiatan ini dilakukan berulang-ulang oleh masyarakat sehingga menjadi sebuah kebiasaan (tradisi).