Arisan, baik online maupun ofline pada prinsipnya adalah mengutangi diantara peserta arisan. Pada prinsipnya, setiap anggota arisan akan memperoleh sejumlah uang yang telah dikeluarkan atau dipinjamkan pada sesama anggota yang lain, tanpa memperoleh lebih atau kurang dari jumlah yang telah dikeluarkan pada setiap anggota arisan lainnya. Kemudian, anggota arisan yang menang akan mendapatkan giliran menerima uang arisan. Hal ini dilakukan secara terus menerus secara bergilir sampai seluruh anggota memperoleh bagiannya masing-masing. Tetapi, pelaksanaan Arisan Daring By Erena Jepara berbeda dengan sistem arisan pada umumnya, sebab jumlah nominal yang disetorkan tiap anggota berbeda, penerima arisan pertama dengan urutan setelahnya nominal uang yang disetorkan semakin sedikit. Artinya, terdapat perbedaan uang yang disetorkan oleh tiap anggota, bahkan perbedan nominal uangnya relatif cukup tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik pelaksanaan arisan daring by erena jepara perspektif hukum islam dan hukum positif.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka terdapat permasalahan pokok yaitu: Bagaimana praktik pelaksanaan arisan daring by erena jepara perspektif hukum islam dan hukum positif?
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dimana objek penelitian difokuskan pada praktik pelaksanaan arisan daring By Erena Jepara. Sifat penelitian ini ialah deskriptif-analitik, dimana penulis mencoba untuk mendeskripsikan serta menganalisis praktik tersebut dengan menggunakan pendekatan normatif, yakni dengan mengacu pada ketentuan fikih mu’amalah. Pengumpulan data dengan terjun langsung ke lapangan yang dihimpun melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis-kualitatif dengan mengacu pada teori arisan, utang piutang, riba, hukum syara’ dan hukum perikatan.
Hasil dari Analisa ini menunjukkan bahwasanya Praktik Arisan Daring by Erena jepara menggunakan akad qarḍ dimana anggota yang memilih nomor urut pertama disebut muqrid dan anggota yang mendapatkan nomor urut terakhir disebut muqtarid. Sistem dari arisan ini adalah sistem menurun dimana orang yang menerima get diawal lebih besar membayarnya dan orang yang mendapatkan get terakhir mendapatkan keuntungan. Sehingga, sistem ini menciderai tujuan dari akad qarḍ dimana yang harusnya tolong menolong (ta’awun) menjadi akad yang bertujuan untuk komersil atau akad tijarah. Kemudian praktik arisan ini juga belum mempunyai payung hukum yang kuat untuk dijadikan landasan hukum yang memberikan jaminan kepada pihak owner atau kepada anggota arisan, sehingga ketika terjadi sebuah wanprestasi dari owner atau dari anggota arisan belum terdapat mekanisme penyelesaian perkaranya.