Islam memiliki konsep atau teori tentang makna salih maupun salihah (thayyib dan thayyibah) dalam perkawinan agar mencapai derajat hubungan sakinah mawadah warahmah. Namun, hari ini ketika wacana gender issu semakin menguat dan merambah ke khazanah keislaman, muncul beberapa tokoh muslim yang kemudian memiliki rumusan baru atau rekontruksi keilmuan yang sensitif gender. Keseimbangan dan kesetaraan dalam sebuah perkawinan, sesungguhnya sudah dimulai pada masa pra-nikah, yang oleh Islam disebut dengan “sekufu”. Ditetapkannya “sekufu” yang berarti seimbang dan setara sebagai salah satu syarat untuk melangsungkan pernikahan mengindikasikan bahwa sesungguhnya modal penting dalam mewujudkan motif ideal perkawinan dengan realitas perkawinan yang dijalani oleh suami dan istri. Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis kemukakan, memunculkan rumusan masalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana konsep relasi pasangan suami dan istri dalam khazanah fikih klasik. Kedua, bagaimana rekontrunsi relasi Faqihuddin Abdul Qadir dalam perspektif keadilan gender.
Penelitian yang akan digunakan adalah penelitian pustaka (library research) dengan fokus kajian pada pandangan Faqihudin Abdul Qadir tentang konsep Relasi Suami Istri. pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Normatif, pendekatan Normatif digunakan untuk melihat konsep relasi dan kerangka berpikir Faqihudin Abdul Qadir dalam mengemukakan argumennya mengenai konsep tersebut.
Penelitian ini menghasilkan temuan penelitian berupa: Pertama, pernikahan adalah sesuatu yang membahagiakan dan menyenangkan bagi kedua belah pihak. Jadi, kebaikan dan kemaslahatan keluarga adalah tujuan awal, pondasi dan kompas yang memandu jalannya biduk rumah tangga agar sampai pada tujuan akhir secara berkesinambungan, yaitu kebaikan dunia hingga sampai kehidupan di akhirat kelak. Tujuan tersebut bisa tercapai apabila terwujudnya lima pilar penyangga rumah tangga, yaitu: memahami pernikahan sebagai ikrar yang kuat dan berat, relasi pernikahan adalah berpasangan, prinsip pernikahan sebagai kesalingan, senantiasa bermusyawarah, cinta kasih. Kedua, pandangan ulama klasik terhadap konsep kesahihan suami istri yang cenderung meletakkan peran perempuan dalam ranah domestik tentu didasarkan dengan kondisi masyarakat pada zaman itu. Sebagaimana padangan Faqihuddin tentang hak dan kewajiban suami istri yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan umat saat ini. Apa yang disampaikan Faqihuddin dalam pemikirannya seakan menjembatani jurang pemisah antara hak dan kewajiban suami istri yang selama ini berjalan secara sepihak. Konsep yang dihadirkan dalam pemikiran Faqihuddin bertujuan agar suami istri dapat bekerja sama, saling menopang, dan saling tolong menolong untuk melakukan dan menghadirkan segala kebaikan untuk rumah tangganya.