Masa pandemi ini masyarakat dituntut mampu membaca peluang ekonomi untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu, banyak ekonomi kerakyatan dikembangkan, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Gondoriyo Ngaliyan Kota Semarang yang memanfaatkan area hutan milik perhutani yang ada di lingkungannya dengan mendirikan wisata kuliner berbasis keindahan hutan jati dan diberi nama Wisata Sobo Alas. Namun proses penempatan lahan perhutani oleh masyarakat sebagai kegiatan ekonomi tersebut tentu menjadikan permasalahan tersendiri terkait dengan legalitas dari pemakaian lahan tersebut, sehingga nantinya jika ada pengambil alihan tanah tersebut oleh pemerintah akan menjadi masalah tersendiri bagi yang memanfaatkan
Permasalahannya adalah, 1) Bagaimana sebenarnya praktek pemanfaatan lahan perhutani untuk perekenomian warga di masa pandemi Covid-19 di Wisata Sobo Alas Kelurahan Gondoriyo Ngaliyan Kota Semarang. 2) Bagaimana perspektif hukum positif terhadap praktek pemanfaatan lahan perhutani untuk perekonomian warga di masa pandemi Covid-19 di Wisata Sobo Alas Kelurahan Gondoriyo Ngaliyan Kota Semarang. 3) Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktek pemanfaatan lahan perhutani untuk perekonomian warga di masa pandemi Covid-19 di Wisata Sobo Alas Kelurahan Gondoriyo Ngaliyan Kota Semarang?
Jenis penelitian ini adalah normatif empiris dengan pendekatan yuridis empiris atau sosiologi hukum, dengan sumber data primer yaitu hasil wawancara pihak pemerintah kelurahan, penjual dan pengunjung dan sumber data sekunder berupa tulisan baik itu artikel, jurnal yang terkait dengan permasalahan. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian di analisis menggunakan langkah-langkah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penyimpulan data.
Hasil penelitian menunjukkan: Pertama Praktek pemanfaatan lahan perhutani untuk perekonomian warga di masa pandemi Covid-19 di Wisata Sobo Alas Kelurahan Gondoriyo Ngaliyan Kota Semarang dilakukan antara pengelola wisata sobo alas dengan masyarakat yang berdagang, pengelola tidak memberikan ganti rugi atau mengembalikan uang sewa kas yang telah diberikan warga ketika lahan tersebut ditarik oleh pihak perhutani. Kedua PP No.6 Tahun 2006 Pasal 22 dalam memanfaatkan lahan perhutani harus mendapatkan persetujuan secara tertulis dari perhutani. Hal ini berbanding terbalik dengan praktek pemanfaatan lahan perhutani di Wisata Sobo Alas Desa Gondoriyo Ngaliyan Kota Semarang dimana tidak adanya surat perjanjian dengan pihak perhutani. Ketiga pemanfaatan lahan perhutani di Wisata Sobo Alas tidak memenuhi salah satu syarat sahnya sewa menyewa yaitu harta yang menjadi objek transaksi merupakan barang sendiri atau barang milik orang lain tapi dengan seizinnya. prakteknya harta yang menjadi obyek transaksi bukan merupakan barang sendiri melainkan milik perhutani dan belum mendapatkan izin secara tertulis dari pihak perhutani sehingga transaksi sewa menyewa pemanfaatan lahan perhutani untuk perekonomian warga di masa pandemi Covid-19 di Wisata Sobo Alas tidak diperbolehkan, karena ketidakjelasan status kepemilikannya.