Sintren adalah seni dengan unsur magis yang dibuktikan dengan si Sintren atau penari perempuan dimasuki roh halus, Ini dilakukan oleh pawang Sintren yang bertugas memanggil roh halus/bidadari hingga mengalami kesurupan atau tidak sadarkan diri. Dalam pertunjukan Sintren ada sesajen/sesaji yang dipersembahkan untuk roh halus/bidadari dengan tujuan supaya pertunjukan Sintren berjalan lancar dan tidak terjadi hal buruk dikemudian hari. Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui jalannya pertunjukan Sintren Dangdut di Desa Lembarawa. (2) Untuk mengetahui makna simbolik pada seni pertunjukan Sintren di Desa Lembarawa. (3) Untuk mengetahui seni pertunjukan Sintren Dangdut dalam perspektif aqidah Islam. metode pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teori aqidah Islam dengan mengacu pada pandangan tokoh Seyyed Hossein Nasr terhadap seni. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kesenian Sintren mempunyai makna simbolik yaitu sebuah keadaan yang mengantarkan pemahaman suatu objek di mana hal ini bisa diambil pelajaran untuk menjalankan kehidupan. Pandangan Islam terhadap kesenian Sintren boleh saja dipertunjukan asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sedangkan menurut pandangan Seyyed Hossein Nars, suatu seni harus mencerminkan nilai-nilai religius. Hal ini berbeda dengan pertunjukan Sintren Dangdut yang jauh dari nilai-nilai religius seperti: Terdapat sesajen bertujuan meminta perlindungan kepada selain Allah, mempercayai suatu benda berwujud bunga melati yang memiliki kekuatan gaib, dan pembacaan mantra-mantra dengan tujuan agar roh-roh bidadari masuk ke dalam raga si penari Sintren. Seni pertunjukan Sintren ini juga memberi manfaat kepada masyarakat seperti adanya lagu Sholawat yang membawa kedamaian dan bisa menjadi penyemangat untuk kehidupan spiritual masyarakat.