Living Qur'an pada hakekatnya kajian dari fenomena Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari khususnya upacara ngasa pada Dusun Jalawastu Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes. Dengan kata lain. Cara memfungsikan Al-Qur'an ini muncul dari praktik menafsirkan Al-Qur'an yang tidak mengacu pada pemahamanya. tetapi berdasarkan asumsi bahwa itu terdiri dari unit-unit tertentu dari teks Qur’an. Dan juga menjelaskan bagaimana rumusan masalah yang di sebutkan dalam peneliti adalah sejarah upacara ngasa dan bagaimana sejarah asal usul upacara ngasa itu terjadi serta makna simbolik dan nilai serta relevansi arti Upacara Ngasa pada nilai Al-Qur’an. Tujuan pada peneliti ini adalah tradisi upacara Ngasa hal-hal yang mengenai Qur’an khususnya Living Qur’an yang hidup dikalangan masyarakat pada saat tradisi itu di laksanakan. Tradisi ini terjadi pada saat selasa kliwon mangsa kasanga hari ini di ambil dari adat kebudaayan para dewan kokolot di Dusun tersebut.
Dengan menggunakan Penelitian Kualitatif dengan pendekatan fenomologis serta teori Semiotik. Data ini diambil dari dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder. Dalam sumber primer penelitian menggunakan buku buku, jurnal yang terkait dengan teori Living Qur’an serta menjelaskan Upacara Ngasa dan instrument yang digunakan observasi dan wawancara langsung kemasyarakat di Dusun Jalawastu Desa Cisuereuh Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes Dan para dewan kokolot berserta pemangku adat di dusun tersebut. Dalam sumber Sekunder peneliti juga mengambil Dokumentasi mengenai upacara Ngasa di dusun Jalawastu dan arsip dalam cagar budaya propinsi kabupaten ataupun arsip yang ada di dusun Jalawastu dan kalangan para masyarakat yang dianggap penting di Dusun Jalawastu Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes.
Dalam hal ini wawancara berserta observasi dalam peneliti bahwasanya hasil yang dihasilkan dalam Masyarakat jalawastu tidak lepas dalam keyakinan dalam sebelum agama masuk disini sebelum agama hindu, budha dan islam. Setelah agama islam masuk konsep pesembahan kepada Batara Windu Buana sekarang diganti dengan konsep sedekah atas pada nilai Al-Qur’an serta makna simbolik pada upacara ngasa secara teori Semiotik Charles Sander Pierce. Dalam teori ini, proses penafsiran simbol (tanda) meliputi empat komponen utama, yaitu: relasi, proses, tipologi, dan fungsi. Masyarakat melaksanakan upacara ini pada selasa kliwon mangsa kasanga yang ditetapkan oleh dewan kokolot dan kepala dusun. Adapun pelaksanaan upacara Ngasa ada berbagai macam tahapanya. Dengan adanya pelaksanaan tersebut relevansinya adalah sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.