Peneliti mengkaji putusan pengadilan Negeri Kendal perspektif hukum pidana Islam yang menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa, Novi Wahyuni dengan pidana 2 tahun penjara dan denda sebesar satu milyar rupiah serta beban biaya perkara sebesar Rp. 2.500,00, di mana kasus ini berawal dari adanya permasalahan antara terdakwa (Novi Wahyuni) dengan saksi (Titik Fuji Rahayu) yang memiliki hubungan khusus, kemudian hubungan khusus tersebut diketahui oleh pihak keluarga korban, dan pihak keluarga korban tidak menyetujui hubungan khusus tersebut, lalu munculah fitnah-fitnah yang menjelek-jelekkan terdakwa di media sosial facebook, sehingga membuat terdakwa “sakit hati dan dendam”. Sakit hati dan dendam terdakwa ini akhirya berujung pada “pencemaran nama baik melalui orderan fiktif”.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok rumusan masalahnya adalah : 1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam melakukan sanksi pada putusan Nomor 137/Pid.Sus/2020/Pn. Kdl? 2. Bagaimana tinjauan hukum pidana islam terhadap tindak pidana pencemaran nama baik melalui orderan fiktif?. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, data diperoleh dari bahan hukum primer, yaitu Putusan Nomor 137/Pid.Sus/2020/ Pn. Kdl serta sumber data lainnya yang relevan dengan tema penelitian. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriftif kualitatif dengan menggacu pada kerangka teori fikih pidana Islam.
Hasil penelitian menyimpulkan, 1. Bahwa hakim Pengadilan Negeri Kendal dalam memutus perkara tersebut melihat dari segi hukum (yuridis) dan non hukum (non yuridis). Segi hukum yuridis dilihat berdasarkan pada fakta-fakta atau keterangan-keterangan yang ada dalam persidangan, yaitu setelah menghubungkan antara keterangan saksi yang diajukan di depan persidangan, maupun keterangan terdakwa, baik yang dibacakan di muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun saksi, kemudian dari segi non hukum, seperti pertimbangan hakim, bahwa hukuman yang dijatuhkan bukan untuk balas dendam, namun untuk mendidik atau memberi pelajaran kepada terdakwa, 2. Bahwasannya, pencemaran nama baik melalui orderan fiktif dengan cara melakukan “pesanan palsu”, di mana pesanan palsu tersebut ditujukan kepada seseorang dengan tujuan agar si penerima pesanan palsu dirugikan dan atau dipermalukan. Oleh karenanya, “pencemaran nama baik melalui orderan fiktif” dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar kehormatan. Hukuman pidana Islam yang dijatuhkan kepada siapa saja yang ‘melanggar kehormatan’ ini demi ‘pelestarian kehormatan dan pelestarian jiwa’ dan atau ḥifḍ al-‘irḍ. Penerapan hukuman ta’zir ini diharuskan memenuhi unsur-unsur-nya, baik unsur khusus maupun unsur umum dan penjatuhan hukuman ta’zir ini sepenuhnya dikuasakan kepada pemerintah atau penguasa negara dan atau yang mewakilinya.