Skripsi dengan judul “Penafsiran Surat Al-Hujarat Ayat 6 dan Kontekstualisasinya di Era Post-Truth” ini menjadi respon terhadap dinamika dan problematika kehidupan masyarakat di tengah perubahan zaman yang semakin maju dengan adanya teknologi digital. Dalam prosesnya, kemudahan dalam berkomunikasi serta mengakses informasi melalui internet dan media sosial tidak diimbangi dengan daya kritis dan penggunaan teknologi yang bijak. Sehingga masyarakat cenderung mudah membenarkan dan menyebarkan informasi tanpa verifikasi.
Berawal dari sinilah masyarakat digital memasuki era post-truth (pasca kebenaran). Dalam kondisi ini, fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik daripada emosi dan keyakinan personal. Post-truth semakin mencuat seiring masifnya penyebaran hoax, fake news, hate speech, fitnah, dan propaganda di media sosial. Post-truth menyebabkan fakta dan data tidak lagi penting, sementara emosi dan fanatisme telah menundukkan rasio dan objektivitas dalam mendapatkan kebenaran.
Menghadapi problematika ini, Al-Qur’an sebagai petunjuk manusia menjadi jawaban dan solusi terhadap gejala post-truth yang mengaburkan kebenaran dan kebohongan. QS. Al-Hujarat ayat 6 menjadi pedoman agar masyarakat tidak tersesat dalam rimba informasi ketika mengakses internet. Ayat tersebut menekankan pentingnya tabayyun bagi seorang mukmin atau hati-hati dan meneliti kebenaran informasi yang dibawa orang fasik.
Penelitian skripsi ini berusaha mengkaji QS. Al-Hujarat ayat 6 menurut para mufasir dan kontekstualisasinya di era post-truth. Adapun jenis penelitian ini termasuk kepustakaan (library reseach) dengan pendekatan kualitatif, di mana sumber referensi diperoleh dari Al-Qur’an, kitab tafsir, buku, jurnal, dan majalah. Dalam menganalisis data, menggunakan metode deskriptif-analitis, yang berupaya mengungkap dan menguraikan masalah, serta memaparkan hasilnya secara sistematis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sikap tabayyun yang termaktub dalam surat Al-Hujarat ayat 6 menjadi tuntutan dasar dalam penyebaran informasi. Adapun ketika menerima informasi, sikap yang seharusnya dilakukan yaitu jangan tergesa-gesa membenarkan maupun menyebarkannya. Tabayyun dapat diartikan sebagai memeriksa dan meneliti kebenaran suatu informasi. Setelah mengetahuinya, maka dapat mengambil keputusan dengan bijak yang dapat menghindari dampak buruk dan penyesalan.
Sementara kontekstualisasinya pada era post-truth, sikap tabayyun terhadap informasi di media sosial diwujudkan dengan tidak terburu-buru mengikutinya. Surat Al-Hujarat ayat 6 menuntun kita untuk senantiasa melakukan filterisasi menyangkut penting atau tidaknya, serta verifikasi terkait kebenaran informasi. Untuk mengetahui hakikat dan kebenaran informasi, sangat penting juga melihat aspek niat dan motif orang tesebut agar terhindar dari subjektivitas. Langkah tabayyun di era post-truth menjadi jawaban agar kita senantiasa tetap merawat akal sehat dengan mengutamakan data dan objektivitas. Tentunya supaya tidak tersesat dalam post-truth di mana kebenaran tunduk pada emosi, hasrat, opini, serta fanatisme kelompok.