Nāẓhir merupakan pihak yang diberikan amanah yang besar untuk menjaga, mengembangkan dan mengelola dari harta benda wakaf yang diamanahkan padanya. Tujuan dengan adanya Nāẓhir agar harta benda terus terjaga akan keperuntukan wakaf dan dapat mendatangankan maslahat kepada umat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 11 disebtukan bahwa tugas Nāẓhir adalah mengembangkan, mengolala dan mengawasi harta benda wakaf sesuai dengan fungsi dan tujuan peruntukannya. Akan tetapi, di masyarakat banyak dijumpai Nāẓhir yang tidak melaksankan tugasnya secara maksimal sehingga menyebabkan penundaan pemanfaatan harta benda wakaf yang menjadikan harta benda wakaf terlantar. Seperti yang terjadi pada tanah wakaf di Dukuh karangtengah Desa winong Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali. Sehingga tidak menutup kemungkinan harta benda wakaf belum dapat memberikan manfaat kepada umat. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengkaji tentang penundaan pemanfaatan tanah wakaf oleh Nāẓhir dalam perspektif fiqih dan hukum positif.
Dalam penelitian lapangan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan terkait penyebab penundaan pemanfaatan tanah wakaf oleh Nāẓhir di Dukuh Karangtengah Desa Winong Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali dan bagaimana penundaan pemanfaatan tanah wakaf oleh Nāẓhir dalam perspektif fiqih dan hukum positif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian non doktrinal dengan pendekatan normatif-empiris. Sumber data primer diambil dari wawancara penulis dengan Wākif, Nāẓhir, tokoh agama Desa Winong, serta petugas wakaf sedangkan data sekunder bersumber dari buku-buku, undang-undang, jurnal, dan referensi-referensi lain yang berkaitan dengan perwakafan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Kemudian metode analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan cara reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyebab yang menyebabkan penundaan pemanfaatan tanah wakaf di Dukuh Karangtengah yaitu, karena ketua Nāẓhir meninggal dunia, beberapa anggota Nāẓhir ada yang sakit, tidak adanya dana untuk mengelola dan memanfaatkan tanah wakaf terutama untuk pembangunan masjid, kurangnya pengetahuan Nāẓhir tentang pengelolaan tanah wakaf selain itu banyak tanah wakaf yang dikelola oleh Nāẓhir tersebut sehingga Nāẓhir tidak bisa fokus pada satu tanah wakaf saja. Menurut fiqih tentang Nāẓhir yang menunda pemanfaatan tanah wakaf di Dukuh Karangetngah, menyatakan bahwa tidak sesuai dengan agama Islam karena penundaan pemanfaatan tanah wakaf merupakan perbuatan mubadzir yang dilarang oleh agama Islam. Selanjutnya menurut hukum positif penundaan pemanfaatan tanah wakaf tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 45. Selain itu, juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 6 ayat 4.