Makanan adalah kebutuhan utama manusia dalam kehidupan. Sel manusia dapat bekerja dengan baik apabila manusia makan makanan yang bernutrisi bagi tubuh, jika manusia tidak makan atau minum maka akan mengakibatkan sakit pada tubuh. Agama islam telah mengatur mengenai makanan yang baik dikonsumsi untuk seseorang yang beragama islam. Pencantuman logo halal perlu dilakukan untuk menghindari keraguan konsumen muslim yang ada di Indonesia serta meningkatkan daya jual bagi produsen. Tercantum di Undang-undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, produk barang atau jasa yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Namun produk pangan rumahan Elok Kefir di Sukoharjo tidak melakukan sertifikasi halal dan tidak mencantumkan label pada kemasannya. Padahal susu kefir adalah produk minuman hasil fermentasi yang dimana hal itu rentan terhadap kandungan alkoholnya. Dengan itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dari persoalan ini.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah: 1) Bagaimana praktik jual beli produk pangan rumahan yang tak berlabel studi kasus elok kefir Sukoharjo? 2) Bagaimana analisis penegakan hukum pada produk pangan rumahan yang tak berlabel studi kasus elok kefir Sukoharjo
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (file research), berdasarkan lingkungan alami yang terjadi di masyarakat. metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-empiris dengan hukum normative (undang-undang) atau ketentuan yang berlaku. Teknik pengumpulan data yang diambil dari hasil penelitian berupa wawancara, observasi dan dokumentasi dan studi Pustaka.
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa praktik jual beli susu kefir di elok kefir sukoharjo sah hukumnya. Elok kefir telah memenuhi rukun dan syarat yang sesuai dengan syariat islam. Para pihak yang telah memenuhi syarat, objek yang sesuai dengan syariat islam dimana susu kefir telah memenuhi standar kadar alcohol yang ditetapkan Fatwa MUI No 10 Tahun 2014 yaitu dibawah 0,5%. Selanjutnya ijab qabul dinyatakan sah karena kedua belah pihak telah melaksakan kewajiban dan mendapat hak yang sesuai. Kemudian produsen elok kefir telah melanggar melanggar UU No. 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal pasal 4, karena produsen elok kefir telah mengedarkan dan memperdagangkan produk yang belum berlabel halal di Indonesia yang mana sekarang sifat pemberlakuan labelisasi halal sifatnya wajib (mandatory). Kemudian dalam UU No 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal dilanjutkan dalam PP No 39 Tahun 2021 yang berisi sanksi tentang jaminan produk halal. Serta belum adanya keserasian penuh dari penegakan hukum melihat kurang pahamnya produsen kecil terhadap informasi dari pemerintah terkait fasilitas yang diberikan untuk sertifikasi halal.