Indonesia tindak dapat dipungkiri menjadi lahan subur maraknya praktik perdagangan orang. Salah satunya kasus yang terjadi di Medan, yaitu dimana seorang ibu menjual anak kandungnya yang berusia 19 (sembilan belas) tahun sebagai pekerja seks selama 7 (tujuh) tahun lamanya. Perbuatan tersebut hanya dijerat dengan pasal 2 ayat (1) undang-undang No. 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan dijatuhi hukuman penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar 120 juta rupiah dengan subsidair 3 (tiga) bulan. Perbuatan tersebut secara hukum materil juga melanggar ketentuan pasal 295 KUHP yang mana telah melakukan atau menyebabkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, diancam dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan diperberat dengan ditambah 1/3 (sepertiga) apabila perbuatan tersebut dijadikan sebagai pencarian atau kebiasaan.
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Mengenai Perdagangan Orang Yang Dilakukan Oleh Orang Tua Terhadap Anaknya (Analisis Putusan Nomor:1451/Pid.Sus/2021/PN. Mdn) merupakan penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mengetahui: (1) pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor:1451/Pid.Sus/2021/PN.Mdn dalam menjatuhkan sanksi bagi pelaku perdagangan orang yang mana dalam putusan tersebut merupakan ibu kandung dari korban (2) bagaimana hukum Islam mengatur tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian yuridis normatif dan dalam penyusunannya penulis menggunakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun mengenai data yang dikumpulkan yaitu dengan cara studi kepustakaan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait permasalahan. Sedangkan teknik dalam menganalisis data yaitu menggunakan pola pikir deduktif.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, lebih tepat digunakan untuk mendakwa perkara yang telah dilakukan oleh terdakwa. Dalam pasal tersebut lebih lengkap cakupannya karena mengatur mengenai rangkaian proses tindakan perekrutan orang dan sudah mencakup eksploitasi seksual yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam pasal ini juga ancaman pidananya lebih berat yaitu diancam dengan hukuman maksimal 15 (lima belas) tahun penjara dengan denda Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), sedangkan dalam Pasal 295 ayat (1) KUHP mengatur tentang pencabulan yang mana ancaman hukumannya paling lama hanya 5 (lima) tahun. Kedua, dalam hukum Islam pelaku tindak pidana perdagangan orang dikenai hukuman ta’zir (hukuman yang bersifat pengajaran), adapun mengenai pelaksanaan hukumannya diserahkan berdasarkan ijtihad dan keputusan dari Majelis Hakim sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.