Di Indonesia memiliki beragam macam penanggalan, mulai dari penanggalan Masehi, penanggalan Hijriah, penanggalan Caka Bali, penanggalan Jawa Islam, dsb. Sampai saat ini ada beberapa literatur yang membahas tentang penanggalan sampai pada perhitungannya. Salah satunya adalah buku warisan budaya yaitu Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna karya Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat. Kitab tersebut merupakan warisan budaya yang membahas tentang ilmu penanggalan. Mulai dari Pawukon, Pranata Mangsa, tahun Jawa Islam, tahun Hijriah, tahun Masehi sampai dengan Almenak 200 tahun. Berdasarkan hal tersebut, penulis membuat dua rumusan masalah, yaitu: Bagaimana sistem perhitungan almenak 200 tahun dalam Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna? Dan bagaimana penggunaan almenak 200 tahun dalam Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna?
Berdasarkan analisisnya, metode penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat analisis deskriptif. Sumber data primer penelitian ini adalah Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna, dan sumber data sekunder adalah wawancara kepada Dr. Sutanto Maduseno Sp. PDKGEH., Dr. Ratih Dewanti Sitadewi Sp. A., dan Ir. Hj. Ariani Aristonemi selaku keturunan Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat. Serta data tambahan dari buku-buku, karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan kajian penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, sistem perhitungan almenak 200 tahun dalam Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna bersifat terbatas, sehingga tidak dapat mengetahui tahun-tahun berikutnya. Kedua, almenak 200 tahun digunakan untuk acuan dalam perhitungan konversi Masehi ke Jawa Islam maupun sebaliknya. Konversi tersebut berguna untuk menentukan waktu perayaan, seperti perayaan Grebeg Mulud yang pada masa itu harus jatuh pada weton nabi saat tahun Dal. Karena itu, almenak 200 tahun memiliki rekayasa tahun yang berguna untuk penentuan perayaan Grebeg Mulud. Karena pada saat ini rekayasa tahun tidak digunakan lagi maka almenak 200 tahun juga tidak dapat digunakan lagi. Meski begitu, perhitungan konversi Masehi ke Jawa Islam yang berpatokan pada tabel almenak 200 tahun dapat digunakan untuk menentukan weton maupun waktu dalam perayaan adat Jawa lainnya, namun dengan catatan tabel yang dijadikan patokan harus tepat.