Pengukuran arah kiblat di Indonesia idealnya menggunakan data KOORDINAT tempat, sedangkan dalam kasus ini BHR Kabupaten Tegal menggunakan satu data lokasi yang diambil dari Atlas Der Gehele Aarde. Yang pada umumnya satu data lokasi kota digunakan untuk penyatuan jadwal imasakiyyah untuk mengakomodir kekeliruan yang terjadi dimasyarakat.

Dari latar belakang di atas penulis merumuskan dua masalah, yakni Bagaimana akurasi hasil pengukuran arah kiblat oleh tim BHRD Kabupaten Tegal dalam menggunakan data koordinat dari Atlas Der Gehele Aarde? dan Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap hasil pengukuran arah kiblat dalam fungsinya sebagai penentu kewajiban dalam shalat?

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode field research dengan pendekatan kualitatif, dengan data primer yaitu wawancara dengan pengurus BHR Kabupaten Tegal. Sedangkan data sekunder penulis berupa sertifikat arah kiblat dan buku Atlas Der Gehele Aarde.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara teori dan praktik tidak sesuai. Hal ini dikarenakan data koordinat dan alat yang digunakan penulis dengan tim BHRD Kabupaten Tegal berbeda. Rata-rata selisih perbedaan arah kiblatnya yaitu 1° samapi 2°. Akan tetapi dalam hukum Islam masjid-masjid yang telah diukur arah kiblatnya oleh BHRD Kabupaten Tegal sudah sesuai dengan konsep arah kiblat ‘ainul ka’bah secara dzan (dugaan kuat).