Dalam hubungan wakaf dengan batasan waktu, Imam Malik berpendapat bahwa wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk selamanya, tetapi wakaf bisa dalam waktu tertentu, bisa berlaku untuk waktu satu tahun misalnya, sesudah itu kembali kepada pemiliknya semula. Dengan demikian dalam pandangannya bahwa pemberi wakaf (waqif) dapat menarik kembali wakafnya atau dapat memiliki kembali wakafnya. Begitu pula dalam UU No. 41/2004 membolehkan adanya wakaf dengan jangka waktu tertentu. Namun berbeda dengan Imam al-Syafi’i yang berpendapat bahwa wakaf itu harus selamanya.
Karena adanya perbedaan antara UU No. 41/2004 dengan pendapat Imam Syafi’i, dimana masyarakat Indonesia mayoritas pengikut Imam Syafi’i maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimanakah pendapat Imam Syafi'i tentang wakaf? Bagaimana respon Imam al-Syafi’i terhadap wakaf yang dengan jangka waktu tertentu? Bagaimana metode istinbath al-Hukmi Imam al-Syafi'i tentang wakaf jangka waktu tertentu?
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dimana dalam penelitian ini menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (library research) yaitu Metode penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan mengambil sumber data berasal dari kitab-kitab, buku-buku atau sumber lain yang berkenaan dengan pembahasan skripsi ini. Data Primer, yaitu karya-karya Imam Syafi'i: (1) Al-Umm. (2) Kitab al-Risalah. Sebagai data sekunder, yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul skripsi ini. Sehingga metode analisis data menggunakan metode deskriptif analisis.
Hasil pembahasan menunjukan bahwa menurut Imam Syafi'i, apabila seorang waqif yang mewakafkan harta benda, maka seketika itu juga beralih hak milik dari waqif kepada penerima wakaf. Pemberi wakaf tidak memiliki lagi hak milik atas harta benda wakaf tersebut. Dengan kata lain, wakaf bersifat mu’abad (selamanya) sangat relevan untuk benda tidak bergerak. Dalam hubungannya dengan wakaf jangka waktu tertentu, Imam Syafi'i menggunakan metode istinbath hukum berupa hadits yang setelah ditakhrij masuk dalam kategori hadits sahih, baik dari segi matan, rawi maupun sanadnya yaitu dari Yahya bin Yahya at-Tamimiy dari Sulaim Ahdlor dari Ibnu Aun dari Nafi' dari Ibnu Umar. Imam Syafi'i berpendapat bahwa akad wakaf termasuk aqad tabarru’ (pelepasan hak).