Kehadiran standarisasi da’i sebagai terobosan Kementerian Agama Republik Indonesia menjadi bentuk sinyal dan langkah dalam merespon kemunculan penceramah-penceramah yang menyampaikan dakwah tanpa membawa kesejukan, kedamaian dan kerukunan. Selain daripada maksud yang disampaikan oleh sang pencetus, Lukman Hakim Saefudin apakah memang hanya sebatas menertipkan da’i yang dinilai belum memenuhi kompetensi standar dalam berdakwah? Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang sebagai salah satu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang menyematkan nama sang penyebar agama Islam di tanah Nusantara, tentunya nilai kebangsaan juga tersemat pada tiap tenaga pendidiknya. Oleh sebab itu persepsi yang disampaikan mampu membangun wacana baru tentang wawasan standarisasi da’i.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan utama para dosen UIN Walisongo Semarang menolak atau menerima wacana standarisasi da’i Kemenag RI dan Mengetahui alternatif program yang ditawarkan oleh para dosen UIN Walisongo Semarang. Jenis penelitian skripsi, yaitu kualitatif dengan menyajikan purposive dan snowball sebagai bagian dari teknik penentuan informan. Lalu menggunakan wawancara semi terstruktur serta dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data yang hasilnya kemudian direduksi menjadi hasil pembahasan dari skripsi ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa standarisasi da’i tidak hanya sebatas pada kebijakan yang dicoba untuk ditawarkan oleh Kemenag RI dalam menciptakan kualitas da’i yang mumpuni. Lewat analisis persepsi yang diutarakan dosen UIN Walisongo Semarang, menyiratkan bahwa standarisasi da’i merupakan sebuah langkah deradikalisasi dengan menjadikan da’i sebagai bagian penting didalamnya.