Menurut hukum Islam setiap perbuatan pidana harus dihukum sesuai ketentuan syara’, namun adakalanya perbuatan tidak dihukum atau terbebas dari hukuman karena sebab-sebab tertentu. Diantaranya, perdamaian antara pelaku dan korban atau walinya, Di sisi lain hukum di Indonesia tidak mengenal adanya perdamaian. Perdamaian tidak menjadikan terdakwa bebas murni selama bukti-buktinya cukup. Hal ini seperti kasus yang penulis lakukan terhadap putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 537/Pid.B/2012/PN.TNG tentang hukuman pasca perdamaian.
Pokok permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Negeri Tangerang nomor: 537/Pid.B/2012/PN.TNG? 2. Bagaimanakah tinjauan hukum pidana Islam tentang putusan yang dijatuhkan setelah adanya perdamaian dalam putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 537/Pid.B/2012/PN.TNG?
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan data primer putusan Pengadilan Negeri Tangerang nomor 537/Pid.B/2012/PN.TNG. sedangkan data sekundernya adalah berbagai literatur lain yang berkaitan dengan putusan pasca perdamaian, seperti skripsi, peraturan perundang-undangan, kamus, ensklopedia, majalah, surat kabar, dan lainnya. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi. Kemudian data yang sudah didapat dianalisis dengan metode deskriptif analisis..
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pertimbangan Majelis Hakim dalam menentukan pilihan dakwaan dalam putusan Pengadilan Negeri Tangerang nomor 537/Pid.B/2012/PN.TNG tidak dapat diterima dalam konteks hukum pidana Islam karena meniadakan aspek mencari informasi secara detail dari keterangan-keterangan yang diperoleh sehingga dapat menggambarkan peristiwa pidana secara menyeluruh dan adil. Majelis Hakim tidak menggunakan alat bukti petunjuk sebagai bahan pendukung untuk memperjelas kasus dan hanya mengambil keterangan dari terdakwa secara keseluruhan dan sebagian dari keterangan saksi korban. Ketidakadaan penelusuran Majelis Hakim tentang keterangan yang diberikan oleh saksi dan terdakwa mengakibatkan “pergeseran” tindak pidana dari tindak pidana yang disengaja menjadi tindak pidana umum yang tidak disengaja. Sedangkan pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan sanksi bagi terdakwa, di luar pasal yang digunakan, memiliki kesesuaian dengan hukum pidana Islam. Pemberian maaf yang dilakukan oleh pihak korban serta itikad baik dari terdakwa dengan membayar biaya pengobatan terdakwa dapat dijadikan sebagai pertimbangan logis dalam mengurangi masa hukuman dari ketentuan hukum yang berlaku sebagai sanksi pidana, (2) Putusan yang diambil dan ditetapkan oleh Majelis Hakim secara prosedur pemeriksaan telah mengesampingkan aspek keadilan dalam memeriksa keterangan saksi. Oleh karena putusan tersebut tidak diambil melalui proses yang adil, maka dalam konteks hukum pidana Islam putusan tersebut tidak dapat dibenarkan dan dapat dikatakan putusan yang cacat demi hukum.