Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus terpenuhi. Bilamana tidak terpenuhinya maka perkawinan tidak sah, dalam KHI disebutkan dalam pasal 19 wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Dan dalam penentuan wali nikah menjadi hal yang sangat penting di KUA dengan mengacu pada akta kelahiran, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 103 KHI ayat (1) "asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya". Akan tetapi pada kenyataan yang ada di lapangan terdapat berbagai macam latar belakang status pembuatan akta kelahiran anak. Oleh karena itu penulis skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis implikasi pasal 103 KHI tentang pembuktian nasab berdasarkan akta kelahiran terhadap penentuan wali nikah di KUA kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Yang dituangkan dalam dua rumusan masalah yaitu: Bagaimana praktik yang terjadi tentang pembuktian nasab berdasarkan akta kelahiran terhadap penentuan wali nikah di KUA Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal, Bagaimana implikasi pasal 103 Kompilasi Hukum Islam terhadap penentuan wali nikah di KUA Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian hukum empiris atau penelitian lapangan (field research). Dengan pengumpulan data dengan teknik wawancara, dokumentasi dan studi pustaka yang kemudian dianalisis dengan deskriptif dalam menjabarkan data yang diperoleh dari pendapat Kepala KUA Kecamatan Cepiring tentang akta kelahiran sebagai penentu wali nikah. Selanjutnya data tersebut diolah dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris yaitu menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan data sekunder dengan data primer yang diperoleh di lapangan.
Hasil penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu: terdapat berbagai macam latar belakang kelahiran anak dimasyarakat, sehingga KUA Kecamatan Cepiring mengklasifikasikan beberapa persoalan tersebut dengan penyelesaiannya yaitu penentuan wali nikah bagi anak dari perkawinan wanita hamil, anak dari perkawinan siri, dan anak dari adopsi. Kemudian melihat persoalan yang terjadi di lapangan menjawab implikasi pasal 103 KHI terhadap penentuan wali, yang pertama, KHI bersifat final sekaligus sebagai acuan dalam penyelesaian hukum terutama pada persoalan perkawinan umat muslim di Indonesia. Yang kedua, berdampak pada kasulitan KUA Kecamatan Cepiring dalam menentukan wali nikah jika hanya mengacu pada Akta Kelahiran. Yang ketiga, menyamakan kedudukan anak sama dengan yang lainnya atau sama antara satu dengan yang lainnya, sedangkan dalam menentukan wali nikah hal demikian tidak dapat menjadi patokan untuk menentukan wali nikah, mengingat berbagai macam latar belakang status orang tua pada akta kelahiran anak.