Bagi setiap suami yang merupakan seorang pecandu napza dan korban penyalahguna napza, maka dalam aturan hukum yang berlaku di Indonesia yaitu suami wajib menjalani masa rehabilitasi untuk mendapatkan pembinaan dan pengobatan. Namun suami yang menjalani masa rehabilitasi tersebut tetap masih memiliki kewajiban untuk memberikan dan memenuhi nafkah keluarga selama isteri masih dalam ikatan perkawinan dan isteri tidak nusyuz. Kewajiban suami mengenai nafkah tersebut telah diatur dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan diatur pula dalam Kompilasi Hukum Islam. Hal tersebut seperti yang terjadi pada suami yang sedang rehabilitasi di IPWL At-Tauhid Semarang yang mana mereka akan diajak fokus pada pengobatan dan penyembuhan terhadap gejala yang dialaminya, namun mereka juga masih tetap memiliki kewajiban nafkah yang harus dipenuhinya terhadap keluarga. Lantas bagaimana pemenuhan kewajiban nafkah oleh suami pengguna napza yang sedang rehabilitasi tersebut.
Dari latar belakang tersebut menjadikan penulis mengambil penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi pemenuhan kewajiban nafkah keluarga oleh suami pengguna napza yang sedang rehabilitasi di IPWL At-Tauhid Semarang dan bagaimana analisis menurut hukum Islam tentang pemenuhan kewajiban nafkah keluarga oleh suami yang sedang rehabilitasi tersebut. Metodologi penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian hukum empiris yang penyajiannya menggunakan analisis data berupa deskriptif dan dalam metode pengumpulan data yaitu menggunakan wawancara dan dokumentasi dari sumber data primer yaitu data yang diperoleh dilapangan atau informasi yang diperoleh dari klien suami yang sedang rehabilitasi, pengurus rehabilitasi dan ketua IPWL At-Tauhid Semarang. Sedangkan sumber data sekunder yaitu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa suami yang sedang menjalani pengobatan ditempat rehabilitasi tidak dapat memenuhi kewajiban nafkahnya terhadap keluarga karena terbatasnya ruang gerak dan kondisi yang sulit untuk mencari nafkah. Nafkah yang diperoleh selama suami rehabilitasi yang dapat digunakan untuk pemenuhan nafkah keluarga yaitu seperti usaha yang dimilikinya yang dikelola oleh orang lain atau tunjangan gaji yang diterimanya dari pekerjaan yang dimilikinya, hal tersebut dapat digunakan untuk pemenuhan nafkah keluarga walau dengan jumlah yang tidak menentu. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan nafkah oleh suami yang sedang rehabilitasi tidak bertentangan dengan hukum Islam, melainkan diberi solusi dan kemudahan dalam pemenuhan kewajiban nafkah yaitu disesuaikan dengan kondisi, kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki suami.