Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, karena di dalamnya terdapat peristiwa hukum yakni kematian seseorang dan berakhirnya harta kekayaan atau kepemilikan seseorang pada saat meninggal dunia kepada ahli warisnya secara otomatis. Kompilasi Hukum Islam dalam salah satu pasalnya yakni Pasal 185 yang mengatur tentang beralihnya harta kekayaan pewaris kepada ahli waris yang meninggal terlebih dahulu dibandingkan si pewaris dapat digantikan kedudukannya oleh anak-anak dari ahli waris tersebut. Sistem ini dinamakan dengan penggantian ahli waris atau ahli waris pengganti. Namun, ternyata bagian warisan untuk cucu tidak dijelaskan secara rinci di dalam al-Qur’an. Sehingga muncullah ijtihad Zaid Ibn Tsabit yang pada intinya mengemukakan bahwa hanya cucu laki-laki dan perempuan dari pancar laki-laki saja yang mendapat harta warisan, itu pun dengan syarat tidak ada anak pewaris laki-laki yang masih hidup. Sedangkan cucu dari pancar perempuan tidak berhak mendapatkan harta warisan karena ia adalah dzawi al-arḥam. Sementara itu, dengan keumuman lafal pada Pasal 185 KHI yang tidak dijelaskan secara rinci siapa saja yang dapat menjadi ahli waris pengganti, maka dapat dipahami bahwa semua cucu dari pancar laki-laki maupun perempuan bisa tampil sebagai ahli waris pengganti. Hal ini didukung juga dengan tidak dikenalnya dzawi al-arḥam dalam KHI. Namun, tentu adanya pengaturan tentang ahli waris pengganti dalam KHI ini bertujuan untuk pemenuhan keadilan dan kemaslahatan bagi ahli waris cucu.
Fokus permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini ialah: 1). Bagaimana konsep ahli waris pengganti dalam KHI? 2). Bagaimana perspektif maqaṣid al-syariʻah tentang ahli waris pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat doktrinal atau penelitian pustaka (Library Research), yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan dokumen yang relevan dengan permasalahan di atas. Adapun sumber datanya berasal dari data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen yang terkait dengan sumber data sekunder. Selanjutnya dalam menganalisa data menggunakan metode deskriptif-kualitatif untuk mencari data terkait dengan tinjauan maqasid al-syari’ah ahli waris pengganti dalam KHI.
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan bisa disimpulkan bahwa konsep ahli waris pengganti dalam KHI ini untuk jangkauan cucu yang bisa menggantikan adalah cucu dari semua pancar, tanpa membedakan itu dari pancar laki-laki maupun perempuan. Kemudian untuk bagian yang diperolehnya pun tidak boleh melebihi bagian yang didapat oleh ahli waris sederajat yang digantikannya. Kemudian mengenai penerapan teori tujuan hukum menggunakan perspektif maqasid al-syari’ah tentang ahli waris pengganti ini bisa dikatakan telah sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai kemaslahatan dengan terpenuhinya lima unsur pokok yang dikenal dengan sebutan al-dharuriyah al-khams.