Penelitian ini mengkaji tentang wacana politik dan gaya bahasa satire pada video content Musikal yang berjudul DPR pada kanal Youtube Skinny Indonesia24. Di era digital berbagai bentuk kritik dapat dilakukan melalui media digital seperti halnya Skinny Indonesia24 membuat tayangan drama musikal yang mengkritisi lembaga pemerintahan yaitu DPR. Meski demikian pada dasarnya setiap teks dan dialog yang dihasilkan mengandung makna tertentu.
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian Netnografi/ Etnografi Virtual dan menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Fairclough. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi, wawancara, dan dokumentai dari gaya bahasa satire yang terdapat dalam video tersebut. Kemudian analisis data berupa pengumpulan data menggunakan model analisis wacana kritis Fairclough yang berfokus pada analisis teks, praktik wacana dan sosiokultural.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan kritik politik mengenai Perumusan Undang-Undang yang menguntungkan kelompok tertentu, kinerja DPR yang buruk, hingga kritik mengenai money politics. Selain itu terdapat wacana politik yang dikonstruksi melalui adegan dan dialog di dalam DPR Musikal. Wacana politik yang ditemukan yaitu, DPR kurang mendengar aspirasi rakyat, hingga lahirnya budaya politik transaksional yang dibangun oleh elit politik. Selanjutnya terdapat pesan kritis yang tersirat di DPR Musikal, pesan kritik kepada pemerintah, kesadaran politik masyarakat hingga ajakan mengubah Indonesia menjadi lebih baik dengan berpartsipasi dan mengawasi kinerja wakil rakyat.
 
ABSTRACT:
This study aims to describe and analyze political discourse and satire language style as well as the formulation of the Law (RUU) on the Musical video content entitled DPR which was made by a public figure named Jovial Da Lopez. In addition to trying to find out the style of satire language, it is also to find out the political discourse in the formulation of the law put forward by the musical video-DPR.
In this study using a qualitative method with the type of research library research and using a discourse analysis approach. Sources of data used in this study are primary data and secondary data. The data collection used in this research is documentation in the form of screenshots of the satire language style contained in the video. Then data analysis in the form of data collection, then analyzed using Norman Fairclough's Critical Discourse Theory.
Based on this research, there are political criticisms regarding the formulation of laws that benefit certain groups, the poor performance of the DPR, to criticisms about money politics. In addition, there is a political discourse that is constructed through scenes and dialogues in the Musical Parliament. The political discourse found is that the DPR does not listen to the aspirations of the people, until the transactional political culture is built by the political elite. Furthermore, there are critical messages implied in the Musical Parliament, messages of criticism to the government, political awareness of the community to an invitation to change Indonesia for the better by participating and supervising the performance of the people's representatives.