Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transformasi makna tradisi hajat laut dalam pandangan mayoritas masyarakat dan bagaimana masyarakat melaksanakan ritual hajat laut. Masyarakat Desa Pananjung, Kabupaten Pangadaran yang terkenal dengan objek wisata laut ini masih menyelenggarakan ritual hajat laut yang bermuatan kearifan lokal. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan studi fenomenologi. Pemikiran Edmund Huserl digunakan untuk menjembatani dalam pembahasan fenomenologi terhadap peristiwa hajat laut. Sementara pandangan Clifford Gesrtz dijadikan penerang untuk menelusuri jejak pemikiran lampau yang berisi kearifan lokal. Selain itu, pengumpulan data tambahan untuk memperluas wawasan hajat laut dilakukan dengan teknik observasi di tempat, wawancara, dan dokumen yang berupa foto ketika prosesi hajat laut.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa transformasi ritual hajat laut sudah mulai berubah dari 2006 karena tragedi tsunami. Hilangnya daya magis, kepercayaan akan mitos penguasa pantai selatan, dan mayoritas masyarakat beragama Islam. Adapun proses ritual hajat laut yang berubah yakni: (1) larung jempana (kosong), dahulu di isi dengan sesaji seperti kepala kerbau, sesaji (makanan, minuman, dan kembang 7 rupa). (2) kemudian jempana yang sudah siap dibawa mengelilingi kampung, lalu jempana diinapkan di tempat pendopo Desa Pananjung Kabupaten Pangandaran, dan keesokan harinya jempana dibawa ketempat yang sudah ditentutkan panitia dan diiringi kirab (arak-arakan) oleh masyrakat Desa Pananjung Kabupaten Pangandaran. Dahulu jempana langsung dibawa kepesisir pantai. (3) Sesampainya di tempat, berbagai prosesi ritual hajat laut seperti: Istighosah (doa bersama), tabur bunga, pelarungan (menenggelamkan) jempana, cucurak (makan bersama), ditutup dengan hiburan berupa musik dan berbagai perlombaan.
Transformasi makna ritual hajat laut diantaranya: (1) larung jempana: sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang didapat dalam satu tahun terakhir, dahulu sebagai tolak bala (penangkal) dari ganasnya laut dan makhluk gaib. Maka masyarakat percaya perlu meminta perlindungan kepada Nyi Roro Kidul. (2) tabur bunga: sebagai penghormatan kepada para pahlawan dan nelayan yang meninggal di laut, dahulu kembang 7 rupa merupakan salah satu sesaji di dalam jempana. (3) memohon keselamatan saat melaut kepada Tuhan YME, dahulu meminta perlindungan kepada Nyi Roro Kidul dari roh jahat dilaut. (4) Terlepas dari kepercayaan masyarakat Desa Pananjung terkhusus nelayan merasa tradisi hajat laut adalah kewajiban, untuk memantapkan mereka ketika berlayar di laut dan mengharapkan hasil yang banyak. (5) tradisi hajat laut juga dijadikan ajang hiburan dan silaturahmi bagi masyarakat Desa Pananjung terkhusus para nelayan.