Implementasi UU no. 32/2004 tentang pemerintahan daerah analisis pelanggaran tindak pidana dalam pemilihan bupati dan wakil bupati kabupaten Batang tahun 2006
Ghozi, Khabib (2011) Implementasi UU no. 32/2004 tentang pemerintahan daerah analisis pelanggaran tindak pidana dalam pemilihan bupati dan wakil bupati kabupaten Batang tahun 2006. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo.
2104190_Coverdll.pdf - Accepted Version
Download (1MB) | Preview
2104190_Bab1.pdf - Accepted Version
Download (70kB) | Preview
2104190_Bab2.pdf - Accepted Version
Download (104kB) | Preview
2104190_Bab3.pdf - Accepted Version
Download (97kB) | Preview
2104190_Bab4.pdf - Accepted Version
Download (98kB) | Preview
2104190_Bab5.pdf - Accepted Version
Download (26kB) | Preview
2104190_Bibliografi.pdf - Bibliography
Download (17kB) | Preview
Abstract
Implementasi UU No 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah Analisis Pelanggaran Tindak Pidana Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Batang Tahun 2006.
Lahirnya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengawali babakan baru sistem pemerintahan daerah di Indonesia. UU ini disahkan untuk menjawab perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Yang dalam UU ini mengatur tentang pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Keterlibatan rakyat dalam pemilihan kepala daerah secara langsung jelas merupakan terobosan baru dalam perpolitikan di Indonesia.
Proses pemilihan secara langsung sebagai wujud demokrasi di daerah juga diharapkan akan memunculkan partisipasi politik masyarakat lokal yang tinggi dan kritis, juga diharapkan akan muncul 'civil society" yang kuat di daerah. Kalau demokrasi berjalan dengan baik maka prinsip "chek and balance" akan otomatis terjadi.
Sebagaimana daerah lain di seluruh Indonesia, untuk pertama kalinya pada tahun 2006, Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati secara langsung oleh rakyat. Terdapat dua pasang calon Bupati calon Wakil Bupati yang berpartisipasi dalam pemilihan Kepala Daerah Batang, masing-masing adalah pasangan calon melalui PDI Perjuangan dan gabungan PKB dan Partai Golkar.
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Batang pada tahun 2006 ini walaupun bau pertama kali dapat dilalui dengan baik dan sudah menghasilkan pemenangnya (Bupati dan Wakilnya). Meskipun dianggap sudah baik dan lancar, sesungguhnya pemilihan kepada daerah Kabupaten Batang 2006 masih menyisakan “noda”, yaitu adanya beberapa temuan kasus pelanggaran Pilkada. Beberapa kasus pelanggaran yang ditemukan panitia pengawas di antaranya adalah terjadinya politik uang, kampanye di luar jadwal, penggunaan fasilitas negara, pelibatan pegawai negeri sipil dan kepala desa, dan pemasangan spanduk, stiker, baliho dan alat peraga kampanye lainnya di luar tempat yang disepakati.
Dengan latar belakang yang sudah diuraikan diatas inilah penelitian ini dilakukan. Yang bertujuan untuk mengetahui: Pelanggaran Tindak Pidana Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Batang Tahun 2006.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (Field research), yaitu mengadakan studi secara teliti di lapangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Teknik pengumpulan data yang lain adalah Interview (wawancara), yakni dengan mewancarai tokoh dalam penelitian ini dan teknik dokumentasi. Sedangkan teknik analissis data yang digunakan untuk mengurai dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Batang Tahun 2006 adalah metode deskriptif analitis.
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian atas Implementasi UU No 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah; terkait Pelanggaran Tindak Pidana Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Batang Tahun 2006. Dan hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pilkada Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten 2006.
Tindak pidana pilkada pada umumnya dilakukan oleh para calon karena adanya orientasi pada kekuasaan semata. Untuk mensukseskan pencalonannya, mereka tak ragu melakukan kecurangan. Mulai dari kasus ijazah palsu, kasus suap atau money politics, pembusukan karakter calon pesaing dan lain sebagainya.
Penegakan hukum belum ketat sehingga menjadikan pelanggaran pilkada sebagai hal biasa. Kebanyakan pihak penegak hukum dalam melakukan penyelesaian tindak pidana pemilu melakukan: (1) “pendekatan yang bersifat lebih menjamin keselerasan atau kedamaian”; (2) menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan adalah salah, tetapi tidak harus menghukum berat (terbukti dari tuntutan maupun putusan yang berupa hukuman percobaan); (3) melihat bahwa kasus tindak pidana Pilkada lebih merupakan konflik politik antar-parpol dan bukan untuk melindungi kepentingan masyarakat atau demokrasi; (4) pendekatan yang sempit dalam melihat suatu unsur tindak pidana terbukti atau tidak (misalnya dalam membuktikan adanay pemberian yang diduga sebagai suap atau money politics); (5) penyelasaian yang berlangsung lama padahal tahapan peilkada sudah lama selesai
2. Penyelesaian Tindak Pidana Pilkada Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Batang 2006.
Penyelesaian pelanggaran tindak pidana pilkada yang diatur dalam perundang-undangan pilkada sama dengan hukum acara pidana lainnya. Kaitannya dengan pilkada batang 2006, karena tidak ada pengklasifikasian pelanggaran yang termasuk dalam hukum tindak pidana pilkada. Namun sebenarnya dugaan terjadinya tindak pidana pilkada sangat terjadi. Yakni kasus dugaan money politics yang dilakukan oleh calon pasangan BIMA (Bambang Bintoro-Achfa Mahfudz). Kasus ini tidak ditindak lanjuti dikarenakan kurangnya alat bukti berupa saksi. Saksi yang ada hanya ada satu, padahal dalam ketentuan diatur bahwa minimal harus ada dua saksi. Demi ketetapan hukum penyidikan terhadap pelanggran tindak pidana ini kemudian dihentikan dengan sendirinya.
Fakta ini juga sebagi bukti bahwa usaha penyelesaian usaha tindak pidana pilkada pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di kabupaten Batang tahun 2006 tidak maksimal.
3. Pelanggaran Tindak Pidana Pilkada Perspektif Hukum Islam
Hukum Islam bisa digunakan sebagai sumber dan referensi bagi penyempurnaan hukum positif di Indonesia, termasuk hukum tentang tindak pidana pilkada. Penjelasan tentang tindak pidana risywah dalam hukum Islam bisa digunakan untuk mengevaluasi terhadap ketentuan hukum pidana pilkada.
Dalam aturan perundang-uandangan pilkada, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa yang termasuk pelaku tindak pidana, sesuai pasal 117 ayat (2) tentang pemberian suap, adalah yang melakukan suap. Penerima suap tidak termasuk menjadi pelaku tindak pidana pilkada. Sehingga para penerima suap dalam pilkada tidak merasa takut terkena sanksi pidana. Dengan melihat penjelasan hukum islam, hendaknya dapat digunakan sebagai referensi untuk menyempurnakan aturan tentang tindak pidana pilkada. Hal ini dialkukan sebagai usaha prefentif untuk menegakkan supremasi hukum dan menjamin penyelenggraan pilkada yang adil dan demokratis.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Pemerintahan Daerah; Tindak Pidana; Pemilihan Bupati |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law > 345 Criminal law 300 Social sciences > 350 Public administration > 352 Of local governments |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Nur yadi |
Date Deposited: | 23 Apr 2014 09:36 |
Last Modified: | 23 Apr 2014 09:36 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1996 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year