Skripsi ini menelaah bagaimana penafsiran penyangga langit. Penulis memfokuskan pada Bagaimana penafsiran mengenai penyangga langit menurut Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI dan Tafsir Al-Azhar karya HAMKA dan Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran mengenai penyangga langit menurut Tafsir Ilmi kementerian Agama RI dengan Tafsir Al-Azhar karya HAMKA.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan sumber kepustakaan (Library Research), sumber kajian ini berupa sumber primer dan sekunder. Data primer berasal dari kitab Tafsir Ilmi Kemenag RI dan Tafsir Al-Azhar, sedangkan data sekunder berasal dari buku-buku, jurnal, artikel dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan pembahasan yang penulis susun. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode komparasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kemenag dan Hamka menafsirkan langit memiliki penyangga, namun penyangga tersebut tidak dapat dilihat oleh mata kita. Kemenag menafsirkan bahwa penyangga langit tersebut ialah gaya gravitasi, sedangkan menurut Hamka penyangga langit tersebut merupakan kekuatan daya tarik menarik dan perimbangan jarak dan berat antara satu bintang dengan bintang yang lain. Persamaan dari tafsir ilmi Kemenag dan Hamka dalam tafsir Al-Azhar ialah mereka sama-sama menafsirkan bahwa langit memiliki penyangga. Sedangkan yang membedakan dari kedua tafsir tersebut ialah Kemenag menafsirkan menggunakan pendekatan sains, sedangkan Hamka mengaitkan dengan hukum alam (sunnatullah).